Catatan Akhir Musim



engkau mengejutkanku:
waktu mendesak
daun-daun gugur
penanggalan coklat

kitalah orang pertama bercinta di bulan:
pasang naik
pekik camar berbantahan
di daging darah

kubawa kabar dari gunung:
selendang lurik
telah tergadai
bersama sunyi pasar

kita catat saja. yang kausingkapkan,
yang kusembunyikan. yang kauselubungi,
yang kuungkapkan. jawaban
dan rahasia. renungan dan tanya.

mencoba memaknai kartu pos elektronik:
“Ini pemandangan dari jendela kamarku. Provo, Utah.”
wajahmu tiada
seperti ambang hutan
tak lagi dihampiri

engkau merajuk:
titik-titik hujan
mengebulkan debu sisa kemarau
anjing-anjing bertikaian
di sumsum tulang

kekosongan perlu dinamai
kegelapan perlu dikerangkai
bola-bola cahaya
berpijar dari desaku ke kotamu
dari tebing-tebing pantai
ke lekuk-lekuk lembah

aku tak bisa melanjutkan. giliranmulah bercerita.
aku akan mendengar. bertuturlah. ataukah kita terjebak
dalam labirin tanpa titimangsa, seperti busana Drupadi
yang terus terburai?
: para pemain melempar dadunya di jantung masing-masing

kita bertangisan atas lapar kita:
“Ini sekeping roti,
untuk 5.000 putra-putrimu.”
Tapi, bukankah kau ingin bicara?

Bertuturlah.

aku mendengarkan:
jejak-jejak penjara, tiang-tiap pasar,
kayu-kayu dermaga, burung hantu
dan jerit-jerit mimpimu
menepiskan perjalanan kita.
Kau ingin aku melupakannya?

musim-musim telah amat dermawan
dengan aroma bunga-bunga,
dengung kumbang dan kepak kupu:
Kuharap engkau membingkainya dalam kotak kaca.

biarlah kita kembali kanak-kanak
bergandengan tangan dan belari
telanjang kaki di atas rumputan
dan embun basah
segera menguap oleh terik matahari
sedang kita kembali menghampiri
ladang dan hutan-hutan
tempat bercengkerama

mendengarkan sunyi:
“Apabila engkau terus bernyanyi
akankah pelayaran kita usai?”

Yogya, 2004

Comments

Popular posts from this blog

7 Humor Natal yang Bikin Terpingkal-pingkal

120+ Penyanyi Indonesia 80-an: Sebuah Kurasi Memori

Bukan a piece of conversation, tapi a piece of confusion