Posts

Showing posts from April, 2019

Kucumbu Tubuh Indahku

Image
Kucumbu Tubuh Indahku (Garin Nugroho, 2018) Tubuh adalah rumah. Tubuh adalah alam. Tubuh adalah hasrat. Tubuh adalah peperangan. Darah adalah amarah. Darah adalah hukuman. Darah adalah kesumat. Darah adalah kebinasaan. “Inilah tubuhku…” Menarilah. “Inilah darahku…” Mampuslah! Hidupmu sepi. Sepi. Sesepi balet dan tinju Dan cinta yang tersipu. Hanya berani mengintip. Lalu direnggut Tersungkur. Lalu didepak Terbuang. Tubuh pun mengembara. Menari sendiri. Membawa luka dan sejarah. Mencari liang Dan menunggu Kehidupan merangkak dari situ. Yogya, 2019

Sisi Lain Keraguan Tomas

Image
Kita mengenal Tomas sebagai si peragu. Kita biasanya didorong untuk tidak bersikap seperti Tomas, tetapi tetap percaya sekalipun tidak melihat. Jika kita mencermati Yohanes 20:19-31, kita akan menemukan sisi baru tentang keraguan Tomas. Tomas sesungguhnya bukan meragukan Tuhan Yesus Kristus. Tomas lebih menunjukkan keraguan pada murid-murid yang lain. Ia tidak bersedia menelan bulat-bulat kesaksian mereka. Menarik, bukan? Kita dapat menjelajahi sejumlah ruang kemungkinan. Mungkin Tomas bukan tidak percaya. Bisa jadi ia iri karena tidak ikut mengalami perjumpaan istimewa itu. Bisa jadi ia menyesal karena saat itu sedang tidak bersama dengan para murid yang lain. Bisa jadi juga, ia tidak puas hanya mengamini pengalaman orang lain; ia ingin mengalami secara langsung perjumpaan dengan Tuhan yang telah bangkit. Lalu, terbentang jeda delapan hari bagi Tomas untuk bergumul dengan ketidakpercayaannya itu, dengan keraguannya itu. Injil tidak mencatatnya secara gamblan

Nyai: Eksperimen yang Memakan Korban

Image
Nyai (Garin Nugroho, 2016) Nyai adalah pertunjukan teater atau ketoprak yang dilayarperakkan. Mirip dengan The Magic Flute , pertunjukan opera yang dibesut jadi film televisi oleh Ingmar Bergman (1975). Bedanya, Garin menawarkan eksperimen baru dengan merekamnya hanya dalam satu pengambilan gambar sepanjang 85 menit. Tantangannya, dengan gerak kamera yang terbatas dan hanya merekam dari depan rangkaian adegan di sebuah pendopo, bagaimana film ini akan memikat penonton? Mestinya, tentu saja, dengan menampilkan unsur-unsur lain yang kuat. Sayangnya, eksperimen baru itu justru memakan banyak korban. Unsur-unsur lain jadi berantakan. Dialognya terlalu cerewet ingin memasukkan banyak data dan informasi sejarah, kemaruk membicarakan terlalu banyak topik, dengan gaya ucap yang kaku pula. Aktingnya canggung, tampak betul para pemain seakan takut salah bergerak (bayangkan kalau adegan mesti diulang pada menit ke-57, misalnya). Dengan gerak kamera yang telanjur dibatasi, blocking -nya ke

Pahlawan... Atau Tumbal Demokrasi?

Image
Menurut data terakhir, 230 petugas KPPS dan 55 Panwaslu meninggal dunia, dan 1.671 orang sakit karena bertugas dalam Pemilu serentak yang lalu. Menurut saya, tidak cocok mereka disebut sebagai pahlawan demokrasi. Kalaupun disebut sebagai pahlawan, mudah-mudahan itu bukan pemanis bibir belaka. Mereka benar-benar mendapatkan penghargaan dari negara dan keluarganya menerima santunan yang selayaknya sebagaimana para keluarga pahlawan bangsa. Yang sakit juga biaya pemulihannya ditanggung oleh negara. Apakah hal itu sudah diperhitungkan dalam anggaran Pemilu? Kalau mereka adalah pahlawan, pada Pemilu serentak yang akan datang, tidak apa-apa, dan kita malah patut bersyukur, jika semakin banyak petugas yang berguguran di medan laga pemungutan suara. Semakin banyak pahlawan, semakin besar rasa syukur kita. Keluarga para petugas juga bolehlah mengantarkan kepergian mereka dengan jiwa besar dan bernyanyi, "Kulepas dikau, Pahlawan, kurelakan dikau berjuang..." dan siap-siap m

Potret Dua Perempuan

Image
Kartini dan Yasnina Mantan Manten  (Farishad Latjuba, 2019) tampaknya sengaja dirilis pada bulan April sebagai kado untuk Hari Kartini. Menariknya, film itu memiliki banyak kesejajaran dengan Kartini (Hanung Bramantyo, 2017). Kartini menawarkan pembacaan ulang atas kiprah pejuang emansipasi itu. Mantan Manten menampilkan Yasnina, perempuan masa kini yang menghadapi tantangan mirip dengan Kartini. Tulisan ini akan menelisik kesejajaran tersebut: dua perempuan berbeda zaman, tetapi menghadapi pergumulan yang serupa. (Bagi pembaca yang belum menonton, tulisan ini akan membocorkan alur cerita kedua film.) Menghadapi Tembok Kartini dan Yasnina sama-sama menghadapi tembok. Sama-sama menghadapi kekuatan tradisi dan kepongahan laki-laki. Kartini harus pisah kamar dari Ngasirah, ibu kandungnya, dan harus memanggilnya “Yu” (panggilan untuk pembantu). Setelah menstruasi, ia menjalani pingitan  sampai ada bangsawan meminangnya. Mending jika sang bangsawan masih lajang.

Orang Kaya di Kolam Renang

Image
Umurnya 74 tahun—kebalikan dengan angka umur saya. Sebut saja namanya Pak Teguh. Rambutnya tipis dan memutih. Ia sedang rehat di sebelah saya sehabis berenang gaya katak selebar kolam. Beberapa waktu belakangan saya berlatih berenang. Tempatnya di Umbang Tirta, kolam renang tertua di Yogyakarta. Pelatihnya atas rekomendasi seorang teman yang sudah lebih dulu rajin berenang. Ternyata, saya mendapatkan lebih dari sekadar latihan renang. Kolam renang rupanya salah satu ruang publik yang selama ini saya lewatkan. Di sini orang bukan hanya berolahraga renang, tetapi juga berkomunikasi dan bersosialisasi gaya lama. Saat orang masuk ke kolam renang, tentu ia meninggalkan gadgetnya, bukan? Kecuali remaja-remaja kenes yang nyemplung ke kolam sambil nyangking tongsis untuk berswafoto ria. Maka, di tengah-tengah jeda di bibir kolam, mengatur napas, menunggu giliran meluncur, orang dapat memanfaatkannya untuk berinteraksi dengan orang di sebelahnya—seperti saya dengan Pak Teguh itu. T

Agama yang Membunuh

Image
Gereja St. Sebastian di Negombo, sebelah utara Colombo, setelah serangkaian ledakan berlangsung di Sri Lanka, Minggu (21/4). Foto: Chamila Karunarathne/Associated Press Dalam Prolog untuk buku Atas Nama Agama , Bambang Sugiharto menyampaikan pengamatan yang jitu tentang salah satu akar penyebab konflik antaragama. Kemelut dalam tubuh masing-masing agama sendiri, menurut dia, seringkali memproyeksi ke luar. Sikap agresif berlebihan terhadap pemeluk agama lain seringkali merupakan ungkapan yang tak disadari dari chaos dan ketegangan dalam tubuh agama itu sendiri. Sejak awal sejarah manusia hingga era modern ini, agama tampaknya merupakan “mesin pembunuh” paling keji yang justru disakralkan. Pembunuhan pertama, Kain atas Habel, tak lain merupakan buah dari kegelisahan beragama. Banyak agama yang bermunculan kemudian menampilkan sosok “Tuhan” sebagai penguasa bengis yang haus darah dan menuntut kurban manusia. Sampai kini, tidak sedikit orang yang tidak segan-segan membunuhi

Tidak Mungkin Kembali

Image
Bacaan Alkitab: 1 Korintus 15:12-19 Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.  (1 Korintus 15:14) Toto ayah muda yang energik. Ia tekun bekerja, lima hari seminggu ke luar kota dengan berkendaraan sepeda motor, dan baru pada akhir pekan berkumpul dengan keluarga. Suatu pagi seorang sopir colt  menikung cepat di kelokan, dan menabraknya dari belakang. Toto meninggal tiga jam kemudian. Akhir pekan itu ia tidak kembali kepada istri dan anaknya. Tidak mungkin kembali. Itulah berita pedih yang dibawa oleh kematian. Dan, kepedihan itulah yang menyusupi hati para murid setelah Guru mereka meninggal dengan cara yang paling hina di mata masyarakat: disalibkan. Mereka pedih, dan ketakutan—sebagai pengikut orang yang disalibkan, mereka juga terancam hukuman serupa. Mereka pedih, dan juga bertanya-tanya: bagaimana dengan janji-Nya tentang Kerajaan Allah? Mereka pun mengurung diri. Sampai... kebangkitan Kristus p

Fragmen Salib

Image
kristus tersalib di kaki lima malioboro darahnya ranggas. nanahnya mengeras terjual sebagai kartu paskah dan gambar hias di pinggiran code, setengah basah berlumpur seorang bapak menemukannya dan mendadak matanya mengabur tak salah: baru kemarin siang anaknya mengulurkan tangan berlubang wajahnya terkaca pada petang dan mega : kota! kota! kenapa kau demikian tergesa? kalian bilang akan tanggung harga darahnya! ketika kaki lima menghamparkan tikar lesehan mulutnya pecah. kata-katanya berhamburan –orang muntah-muntah mendengarkan khotbah dan kota yang tak kunjung senyap mubeng beteng di bawah bulan padam sisik-sisik lintang mengendap di mata perempuan lingsir malam alun-alun utara, lorong-lorong sosrowijayan dan pasar kembang: berebutan menjamah jubahnya udara pun menaburkan kecubung ungu besok kereta beranjak dari tugu Yogya, 1990 Lukisan Herjaka H.S.

Tertutup Darah

Image
Bacaan Alkitab: Keluaran 12:1-28 Dan TUHAN akan menjalani Mesir untuk menulahinya; apabila Ia melihat darah pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu itu, maka TUHAN akan melewati pintu itu dan tidak membiarkan pemusnah masuk ke dalam rumahmu untuk menulahi. (Keluaran 12:23) Pada 26 November 2008 segerombolan teroris menyerbu Taj Mahal Palace di Mumbai, India. Korban mencapai 200 jiwa, namun ada seorang tamu hotel yang selamat secara ajaib. Ia dan teman-temannya sedang makan malam ketika terdengar suara tembakan. Seseorang merenggutnya dan menyeretnya ke bawah meja. Teroris memasuki restoran, menembak ke segala arah, sampai setiap orang (menurut perkiraan mereka) tewas. Ternyata, pria tadi terluput. Ketika diwawancarai wartawan, ia menjelaskan, “Saya rasa karena saya tertutupi oleh darah orang lain, dan mereka mengira saya sudah mati.” Bangsa Israel memiliki kesan yang amat mendalam terhadap darah. Menjelang Tuhan menimpakan tulah kesepuluh ke atas Mesir, Dia memerintah

Mengandalkan Bapa

Image
Bacaan Alkitab: Lukas 22:39-46 Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.  (Lukas 22:42) Pesan film Mel Gibson, The Passion of the Christ , menurut saya, telah terangkum secara padat dalam adegan awal di Taman Getsemani. Adegan ini mirip dengan pencobaan di padang gurun. Bedanya, di padang gurun Yesus setiap kali menangkis pencobaan Iblis secara frontal dan telak. Di Getsemani, sebaliknya, Yesus seolah-olah tidak mengacuhkan kehadiran Iblis, yang dengan suara mendesis melontarkan pernyataan-pernyataan yang mempertanyakan tujuan kesengsaraan Yesus. Yesus terus memusatkan perhatian dan doa-Nya kepada Bapa. Begitu Ia bangkit berdiri setelah berdoa, Ia pun meremukkan kepala ular—menggenapi nubuatan dalam Kejadian 3:15. Sebelum melangkah menuju salib, Yesus telah memenangkan peperangan. Dan Ia menghadapi rangkaian pengadilan penuh fitnah, penyiksaan dan penyaliban dengan sikap yang tak ber