Posts

Showing posts from September, 2019

Asyiknya Kelas Menulis

Image
Menulis—bersama dengan mendengarkan, berbicara, dan membaca—merupakan kecakapan berbahasa atau keterampilan literasi yang penting dan berguna seumur hidup kita. Dengan kecakapan berbahasa yang baik, kita akan mampu berkomunikasi satu sama lain secara efektif. Sayangnya, kebanyakan orang cukup merasa puas dengan kecakapan berbahasa yang ala kadarnya. Tidak heran jika kerap terjadi kesalahpahaman dalam komunikasi kita, baik dalam komunikasi lisan maupun komunikasi tertulis. Sebagai kecakapan, kemampuan menulis dapat dilatih, ditingkatkan, dan dikembangkan secara terus-menerus. Alangkah bagusnya jika pelatihan itu dikenalkan dan dilakukan sedari dini. Sejak masa kanak-kanak. Kecakapan menulis tentu akan menjadi bekal yang strategis bagi anak dalam menyongsong masa depannya. Kelas Menulis di Muntilan Kelas Menulis di Muntilan K arena itu, k etika pada 2014 menerima proposal dari Ibu Yani Tri Wahyuni untuk terlibat dalam program “Menulis Asyik” di Pusat Pengembangan Anak

Mbak Nunuk dan Saya

Image
Mbak Nunuk (paling kiri) sakbrayat menengok saya setelah saya menjalani operasi usus buntu (26/07/2015). Mengenang Noeke Triyana Yudhiwati (12 Desember 1957 - 19 September 2019) Noeke Triyana Yudhiwati. Begitu nama lengkap kakak nomor dua saya ini. Kami adik-adik biasa memanggilnya Mbak Nuk atau Mbak Nunuk. Namun, teman-teman sekolah, dan nantinya teman-teman kerja, memanggilnya Nuke. Ini mirip dengan nasib kakak nomor empat. Nama lengkapnya Budi Nurjaya Bimantara. Panggilan di rumah Bin. Teman-teman di luar memanggilnya Budi. Pernah ada temannya datang ke rumah dan menemui Ibu, mengatakan hendak mencari Budi. Ibu mengerutkan kening dan perlu waktu beberapa lama untuk sadar bahwa ada anaknya yang bernama Budi. Entah bagaimana Bapak mendapatkan wangsit untuk memberi nama ketujuh anaknya secara panjang, sastrawi, dan membingungkan sehingga memungkinkan punya lebih dari satu nama panggilan. Saya sendiri paling sering dipanggil Ar atau Arie. Beberapa guru menyebut saya Aji dan

Gundala (Joko Anwar, 2019): Komentar dari Tetangga Kampung Sebelah

Image
Awalnya, Gundala melambai-lambai sebagai film yang wajib tonton bagi saya. Bagaimana tidak? Tokoh utamanya adalah tetangga dari kampung sebelah. Saya memang tidak kenal secara pribadi dengan Sancaka, tetapi siapa yang tidak akan ikut bangga kalau ada orang sedaerah menjadi patriot bangsa? Ya, Sancaka, yang nantinya dikenal sebagai Gundala, adalah putra Petir. Nah, Petir adalah sebuah desa di Temanggung, kalau dari Yogyakarta ya kira-kira 2 kilometer sebelum sampai ke kampung halaman saya. Jelas? Paham 'kan kenapa saya bersemangat nonton Gundala? Namun, Gundala versi Hasmi sejujurnya saya tidak kenal-kenal amat. Belum pernah baca komiknya, hanya tahu dari membaca ulasannya, dan pernah nonton drama komedi panggungnya versi Teater Gandrik. Bukan hanya Gundala, saya memang kurang getol membaca komik pada umumnya, khususnya komik superhero. Makanya, kalau ada film superhero, saya lebih tertarik menonton film superhero tunggal, bukan yang keroyokan. Saya menikmati film-fil