Posts

Showing posts from May, 2019

Seandainya Kristus Tidak Naik ke Surga

Image
John Singleton Copley (1775) Kenaikan Yesus Kristus, sebuah hari raya yang kerap terlewatkan begitu saja. Padahal, Tuhan Yesus menganggap kenaikan-Nya sangat berguna bagi kita. Mengapa begitu? Sejak abad IV, gereja merayakan Kenaikan Kristus secara terpisah pada Kamis ke-6 atau hari ke-40 setelah Paskah. Sebelumnya, Kenaikan termasuk dalam rangkaian perayaan Paskah yang berlangsung mulai dari Kebangkitan sampai Pentakosta. Kenaikan, menurut St. Agustinus, ”adalah perayaan yang meneguhkan kesemarakan seluruh perayaan Kristen lainnya. Tanpa Kenaikan Kristus, perayaan-perayaan lain itu akan kehilangan maknanya.” Kenaikan menandai permulaan gereja dan penantian akan kedatangan Kristus yang kedua. Perayaan ini mendorong kita merenungkan Tritunggal. Kristus naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa, dan di sana menjadi Imam Besar kita, serta menjanjikan pencurahan Roh Kudus bagi gereja-Nya. Paulus mengatakan, Kristus naik ke surga ”untuk memenuhkan segala sesuatu” (Efes

Sajak Kolam Renang

Image
aku dan kolam renang sebuah dunia bawah air mereka berbicara bergelembung membisikkan rahasia-rahasia mata-mata kosong pilar-pilar menuju entah aku megap-megap terus meluncur dan berkecipak riak kembali kepada riak langkah-langkah bergegas duduk-duduk asyik dalam sunyi sendiri-sendiri huruf kanji, huruf latin, poster-poster makanan elevator berdengung turun aku ingin menegok ruang bawah itu menjauh dari sengatan matahari mungkin singgah bikin tattoo "kembalilah pada-Ku" mimpi yang berlipat-lipat tembang Beyonce menggeliat aku ingin tamasya berkeliling-keliling kota sambil mengudap emping mlinjo tak rampung-rampung membaca Pertanyaan-Pertanyaan Einstein megap-megap tapi mesti bisa minimal 8 x 25 meter (lebar kolam) OST: Moana dan campursari dunia atas dan dunia bawah bertemu di bibir kolam ini aku bertemu orang Cina, orang India, orang Meksiko, imigran gelap di Eropa, seorang teman SD meminta pertemanan di Fb linta

Sumur di Depan Rumah Kami

Image
Kami pindah ke rumah di Demangan, Ngadirejo, kira-kira pada 1973. Sumur itu sudah ada, di sisi barat depan rumah kayu dan gedhek (anyaman bambu) yang kami tempati. Sumur yang terhitung dangkal, tidak sampai lima meter, berair jernih dan manis. Saat berdiri di sampingnya bayangan kita akan terlihat jelas di permukaannya yang bening. Nyatanya, sumur itu salah satu yang terbaik di kampung kami. Tetangga lain tidak sedikit yang menggali sumur sendiri, tidak perlu dalam-dalam juga, tetapi jarang yang airnya sejernih sumur kami. Biasanya lalu dipakai hanya untuk mandi, asah-asah (mencuci piring dan perkakas dapur), umbah-umbah (mencuci pakaian), dan menyiram tanaman. Untuk air minum dan keperluan memasak, mereka memilih menimba air di sumur kami. Maka, sumur itu jadi ramai setiap pagi dan sore hari sebagai salah satu ruang pertemuan warga. Secara berkala, biasanya bertepatan dengan liburan panjang sekolah, sumur itu dikuras. Ketika saya masih kecil, kakak-kakak dibantu beberap

Kado Kejutan

Image
Sumber: pngtree Desi duduk sendiri di bangku taman sekolah. Tangannya memegang sepucuk kartu. Wajahnya tampak murung. Seharusnya ia bergembira. Seperti teman-teman sekelasnya, Desi baru saja menerima kartu undangan ke pesta ulang tahun Fika. Sebagai anak baru di sekolah ini, ternyata ia tidak dilewatkan. Ia bahkan tak menduga kalau akan mendapatkan undangan juga karena mereka berdua sebetulnya belum berkawan dekat. Selain saat perkenalan dulu, baru beberapa kali mereka bertegur sapa singkat bila kebetulan berpapasan. Terus terang, Desilah yang enggan untuk mengenal Fika lebih jauh, justru setelah tahu sedikit tentang gadis berkacamata itu. Menurut info yang diperolehnya, Fika adalah satu-satunya anak di sekolah ini yang diantar-jemput naik mobil, dan juara kelas setiap kali penerimaan rapor. Kedua atribut itulah—kaya dan pandai—yang membuat Desi memilih menjaga jarak. Memang, sepanjang pengamatannya, Fika bukanlah orang yang sombong dengan kelebihannya itu. Fika ba

Menelan Rumah Janda-Janda

Image
Ketika membahas perikop tentang persembahan seorang janda miskin (Markus 12:41-44; Lukas 21:1-4), kebanyakan pengkhotbah akan menyoroti heroisme janda tersebut--saya pun bertahun-tahun mengamini pesan ini. Mereka akan menekankan besarnya pengurbanan janda itu yang, meskipun kekurangan, tetap memberikan persembahan untuk rumah Tuhan. Lalu, sikap janda itu dijadikan motivasi untuk mendorong orang memberikan persembahan. "Janda yang miskin saja memberikan persembahan, masakan kamu yang tidak miskin-miskin amat tidak mau memberi?" Ada orang yang berutang bertanya, "Apakah saya harus membayarkan persepuluhan dari utang itu?" Ia dinasihati, "Ya, tetap prioritaskan persepuluhan. Itu yang pertama kali harus kamu lakukan. Melangkahlah dengan iman. Lihatlah bagaimana Tuhan akan membukakan tingkap-tingkap langit bagimu." Kisah janda itu dijadikan cambuk untuk membangkitkan rasa bersalah kalau kita tidak mampu memberi. Padahal, jika pemberian janda itu