Kedatangan-Nya
Allah Mahakuasa, melayang
Dengan jubah megah kemuliaan
Membias menjadi cahaya; dan suatu hari
Ia turun, menanggalkan segalanya sepanjang jalan
Dengan jubah megah kemuliaan
Membias menjadi cahaya; dan suatu hari
Ia turun, menanggalkan segalanya sepanjang jalan
--
George Herbert
Apakah yang terlintas dalam
benak Anda bila mendengar kata "Natal "?
Pohon terang dengan lampu pijar kelap-kelip? Kesibukan memilih, membagikan, dan
kemudian juga menerima kartu dan kado-kado? Gereja yang mendadak dibanjiri umat
-- setelah pada hari-hari Minggu biasa cenderung sunyi tenang? Pesta -- dari
syukuran sederhana hingga gala dinner di hotel bintang lima ? Atau, alunan lagu-lagu yang serasa
begitu pas dengan derai hujan bulan Desember?
Natal, tak terelakkan, telah
menjadi suatu komoditas tahunan. Natal lalu lebih identik dengan kegemerlapan.
Lebih jauh, kita jadi kehilangan jejak, kita jadi canggung untuk merangkum inti
pesan dari peristiwa ini.
Kalau kita memperhatikan
dengan saksama fakta Natal
yang dipaparkan dalam Injil, kita akan menemukan situasi dan kondisi yang sama
sekali berbeda. Skenario drama-drama Natal
yang kerap dipentaskan akan kita jumpai terlalu disederhanakan.
Catatan Injil di seputar
kelahiran Yesus menampilkan kecemasan, aib, ketakutan, penderitaan, kepapaan,
desas-desus skandal bahkan intrik politik dan kekerasan serta banjir darah.
Jalinan skenarionya benar-benar tak terduga bagi kita yang telah terbiasa
mengemas Natal
sebagai sebuah perayaan yang manis dan khidmat pada akhir tahun.
Bayangkan misalnya, apa
kiranya yang berkecamuk dalam diri gadis Yahudi itu -- seorang gadis baik-baik
dan saleh -- yang mendadak menemukan dirinya mengandung tanpa berhubungan
dengan seorang laki-laki. Dan Maria, nama gadis itu, hidup di tengah masyarakat
dengan norma susila yang ketat. Bagaimana ia menghadapi tatapan mata
bertanya-tanya dari tetangganya sewaktu mereka mulai melihat perubahan bentuk
badannya? Untung saja ia tidak dilempari batu oleh para penganut hukum Taurat
itu! Tunangannya sendiri, Yusuf, sempat berniat menceraikannya secara diam-diam
kalau saja malaikat Tuhan tidak menampakkan diri dalam mimpinya dan meluruskan
kecurigaannya akan pengkhianatan Maria. Di tengah kecamuk ini, Maria tampil
sebagai pribadi pertama yang menerima kedatangan Yesus secara apa adanya:
"Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu
itu." (Seandainya peristiwa ini terjadi pada zaman sekarang, kemungkinan
besar Maria dianjurkan untuk mengaborsi kandungannya!)
Desas-desus skandal ini,
bagaimanapun, tampaknya masih mengejar mereka sampai menjelang kelahiran Yesus.
Mengapa seorang wanita yang tengah hamil tua harus melintasi daerah perbukitan
dari Nazaret ke Betlehem, menahan rasa sakit bersalin di atas punggung seekor
keledai? Padahal, untuk mengikuti sensus itu sebenarnya cukup diwakili oleh
kepala keluarga saja. Rupanya Yusuf tidak ingin membiarkan Maria melahirkan di
tengah orang-orang yang mempertanyakan kehamilannya.
Pasangan muda itu pun
tersaruk-saruk di Betlehem yang tengah dipadati pendatang. Betlehem hanyalah kota kecil, tidak banyak penginapan di sana . Paling-paling yang ada adalah tempat
penampungan kereta-kereta kuda. Diperkirakan, pada waktu sensus untuk
pemberlakuan pajak itu, para pendatang terpaksa tidur berhamparan di
jalan-jalan. Dan bagi Yusuf dan Maria, Alkitab mencatat, "tidak ada tempat
bagi mereka di rumah penginapan." Pernahkah Anda bepergian ke suatu kota , tanpa mengenal
seorang pun di tempat tujuan Anda?
Dan mereka pun terdampar di
sebuah kandang. Kandang di Timur Tengah pada masa itu biasanya ditempatkan jauh
dari lokasi pemukimam penduduk karena merupakan tempat yang sangat jorok oleh
timbunan kotoran dan air kencing hewan bercampur dengan sampah. Bukan sebuah
tempat yang steril untuk kelahiran orok yang masih merah.
Cara seperti itulah yang
dipilih oleh Sang Pencipta Alam Semesta untuk memasuki panggung kehidupan bumi
ini - bukan dengan membelah langit diiringi pasukan malaikat surgawi dan
disongsong karnaval semarak benda-benda angkasa. Tidak , Ia
hadir sebagai bayi merah yang bergantung sepenuhnya pada perawatan suami-isteri
muda yang masih canggung itu, dan golongan yang pertama menyambut-Nya hanyalah
para gembala.
Seandainya media massa telah berkembang
saat itu, tentulah peristiwa kelahiran ini tidak akan muncul dalam headline.
Sebuah peristiwa yang tampaknya tidak berarti, berlangsung di tempat yang
terpencil - siapa akan menyangka bahwa suatu saat ini peristiwa ini menjadi
titik pembagi sejarah menjadi Sebelum Masehi dan Sesudah Masehi? *** (Sebagian
besar bahan dari buku Philip Yancey, Bukan
Yesus yang Saya Kenal)
Comments
Post a Comment