Iklan Keramahan
Bacaan Alkitab: Amsal 15:25-33
Mata yang bersinar-sinar menyukakan hati, dan kabar yang baik menyegarkan tulang. (Amsal 15:30)
Reynold, kawan saya yang berbisnis handphone, memiliki pengalaman menarik dengan salah satu pelanggannya. Pertama kali datang ke toko, orang itu hanya meminta informasi dengan bertanya seputar handphone dan pernik-perniknya. Reynold meladeninya sampai lebih dari satu jam, dan kemudian orang itu meninggalkan toko tanpa membeli apa-apa.
Orang itu muncul lagi keesokan harinya. Kali ini ia membawa seorang teman, dan mereka melakukan pembelian dalam jumlah yang lumayan. Rupanya ia terkesan oleh keramahan pelayanan Reynold sebelumnya.
Keramahan memang ‘iklan’ yang ampuh. Orang Tionghoa, yang terkenal mumpuni dalam bisnis itu, mempunyai pepatah, “Orang yang tidak bisa tersenyum, sebaiknya tidak usah membuka toko.” Adapun penulis Amsal menegaskan bahwa keramahan itu juga mengandung nilai pengobatan. Dengan kata lain, keramahan itu, meminjam kalimat sebuah iklan, bikin hidup lebih hidup. Keramahan mengubah keadaan secara positif seperti matahari yang bersinar lagi setelah hari mendung.
Namun, tidak jarang orang menganggap keramahan sebagai kepribadian atau pembawaan. Ada orang-orang tertentu yang kita anggap memang sudah dari sono-nya ramah. Padahal, Alkitab menyiratkan bahwa keramahan adalah salah satu karakter. Setiap orang berkesempatan untuk mengupayakan, melatih, dan mengembangkan kualitas watak ini. Orang yang berpembawaan pendiam, misalnya, toh tak mesti identik dengan judes. Ia bisa belajar untuk murah senyum dan melayani orang lain dengan ramah. Ya ‘kan?
Mata yang bersinar-sinar menyukakan hati, dan kabar yang baik menyegarkan tulang. (Amsal 15:30)
Reynold, kawan saya yang berbisnis handphone, memiliki pengalaman menarik dengan salah satu pelanggannya. Pertama kali datang ke toko, orang itu hanya meminta informasi dengan bertanya seputar handphone dan pernik-perniknya. Reynold meladeninya sampai lebih dari satu jam, dan kemudian orang itu meninggalkan toko tanpa membeli apa-apa.
Orang itu muncul lagi keesokan harinya. Kali ini ia membawa seorang teman, dan mereka melakukan pembelian dalam jumlah yang lumayan. Rupanya ia terkesan oleh keramahan pelayanan Reynold sebelumnya.
Keramahan memang ‘iklan’ yang ampuh. Orang Tionghoa, yang terkenal mumpuni dalam bisnis itu, mempunyai pepatah, “Orang yang tidak bisa tersenyum, sebaiknya tidak usah membuka toko.” Adapun penulis Amsal menegaskan bahwa keramahan itu juga mengandung nilai pengobatan. Dengan kata lain, keramahan itu, meminjam kalimat sebuah iklan, bikin hidup lebih hidup. Keramahan mengubah keadaan secara positif seperti matahari yang bersinar lagi setelah hari mendung.
Namun, tidak jarang orang menganggap keramahan sebagai kepribadian atau pembawaan. Ada orang-orang tertentu yang kita anggap memang sudah dari sono-nya ramah. Padahal, Alkitab menyiratkan bahwa keramahan adalah salah satu karakter. Setiap orang berkesempatan untuk mengupayakan, melatih, dan mengembangkan kualitas watak ini. Orang yang berpembawaan pendiam, misalnya, toh tak mesti identik dengan judes. Ia bisa belajar untuk murah senyum dan melayani orang lain dengan ramah. Ya ‘kan?
Relung Renung:
Keramahan itu seperti senyuman: lengkungan yang mampu meluruskan banyak perkara.
Comments
Post a Comment