Tawaran Menggiurkan

Bacaan Alkitab: Daniel 1
Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya. (Daniel 1:8)


Daniel masih remaja ketika diperhadapkan pada sebuah keputusan penting. Ia ditawari mengikuti pelatihan untuk sebuah posisi yang penting dan amat menjanjikan. Sebagai bagian dari kelompok elit yang bertugas melayani raja, pasti ia akan mendapatkan fasilitas istimewa.

Namun, Daniel sadar, untuk meraih kesempatan menggiurkan itu ia harus mengkompromikan hubungannya dengan Tuhan. Ia mesti melanggar perintah Tuhan. Nah, akankah ia mengikuti sistem yang ada, atau ia mengambil risiko untuk mengikuti jalan Tuhan apapun yang terjadi? Nas kali ini menunjukkan pilihannya.

Rupanya Daniel cukup cerdas untuk melihat jauh ke depan dan menyadari apa yang sungguh-sungguh penting. Ia sadar bahwa pada akhirnya, saat kehidupannya berakhir, yang penting bukanlah apa yang dipikirkan teman-teman, orang-orang di sekitarnya atau bahkan rajanya, tentang dirinya. Penilaian mereka tidak akan berarti lagi. Ia tahu bahwa yang terpenting adalah apa yang dipikirkan oleh Penciptanya tentang dirinya. Jadi, ia memilih untuk menahan hasratnya akan kedudukan, dan memastikan bahwa ia memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan.

Dalam taraf yang berbeda-beda, kita masing-masing pernah menghadapi pilihan serupa: menyenangkan manusia atau menyenangkan Tuhan. Marilah kita belajar dari Daniel, dan mengambil keputusan bukan berdasarkan kepentingan-kepentingan sementara, melainkan berdasarkan perspektif Tuhan yang kekal.


Relung Renung: 
Pengendalian diri adalah obat yang terbaik karena mampu mencegah, memelihara, dan menyembuhkan.—C.H. Spurgeon

Comments

  1. sayangnya praktek untuk memilih tawaran yang menggiurkan ini sama sekali tidak mudah ya...

    salam pak arie...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

7 Humor Natal yang Bikin Terpingkal-pingkal

120+ Penyanyi Indonesia 80-an: Sebuah Kurasi Memori

Bukan a piece of conversation, tapi a piece of confusion