Cinta dan Kebebasan
Nasihat kepemimpinan dari
Rama kepada Barata:
"Barata, hadapilah tugasmu. Peganglah tampuk pimpinan
Ayodya sampai tiga belas tahun kemudian, ketika aku sudah selesai dengan masa
pembuanganku. Tapi sebelumnya, camkanlah kata-kataku agar engkau dapat menjadi
raja bijaksana," kata Rama dengan penuh wibawa. Dan Barata menurutinya.
Maka meluncurlah dari mulut Rama, kata-kata bagaikan mutiara, wejangan dari
seorang raja.
"Siapakah junjunganmu, hai Barata, selain dia yang
menciptakan jagad raya seisinya ini? la sudah turun dari takhtanya di kerajaan
langit, berdiam di hatimu dan mengenali sudut-sudut hatimu. Bagai fajar yang
dingin ia menyapamu, dengarkanlah Barata, apa yang dikehendakinya bagi seorang
raja."
"Barata, dunia ini bergerak menurut hukum ilahi. Dan
ketahuilah bahwa hukum ilahi itu adalah cinta. Bahkan matahari, bulan, bintang,
dan bumi pun takkan dapat menyembunyikan diri dari hukum ilahi itu. Maka
matahari selalu bersinar, bulan senantiasa terang, bintang tak habis-habisnya
gemilang, dan bumi sendiri selalu segar, meski mereka enggan dengan kejahatan
mahkluk-mahkluknya. Mereka digerakkan oleh cinta, meski dunia ini ditindih
dengan kepedihan karena permusuhan.”
"Lihatlah Barata, cinta itu bagaikan samudra kapas,
keputih-putihan, yang takkan kabur bertebaran karena dosa-dosa manusia. Seperti
purnama sidhi ia berkeliling mengitari jagad. Dunia haus akan dia, Barata. Maka
curahkanlah dia ke hati hati para rakyatmu. Apa artinya memerintah kerajaan
dengan cinta?”
"Artinya, kau harus memerintah dengan kebebasan. Tiada
cinta, Barata, bila tiada kebebasan. Namun sadarlah, Adikku. Bahwa pada
hakekatnya kebebasan itu tidak dapat diperintah atau dikuasai. Kebebasan itu
bagaikan pohon yang bertumbuh dengan sendirinya, bila ada alam yang
menyuburkannya. Maka janganlah kamu bermegah diri jika kau dihormati sebagai
raja, sebab ini bukanlah tanda bahwa kamu telah berhasil menguasai mereka,
melainkan bahwa rakyatmu sendirilah yang telah berhasil mengatur dirinya sesuai
dengan kebebasannya sehingga mereka rela mendudukkanmu sebagai raja.”
"Barata, apakah satu-satunya milik rakyat yang paling
berharga dan bernilai, kalau bukan kebebasannya. Kalau mereka mengangkatmu
menjadi raja, berarti mereka rela menyerahkan sebagian dari milik mereka
satu-satunya itu. Janganlah kau sia-siakan pemberian rakyatmu itu, hargailah
dan hormatilah. Dengan demikian tugasmu sebagai raja bukan pertama-tama untuk
memerintah, melainkan untuk menyuburkan hidup mereka sebagai manusia, yakni
manusia yang berkembang kebebasannya."
"Jangan kau khawatir, Barata, bahwa kebebasan akan
menimbulkan huru-hara. Sebab di dunia ini kebebasan pada hakekatnya adalah
kerinduan akan kesempurnaan. Kesempurnaan itu mengandalkan manusia yang mampu
memperkembangkan dirinya dan ini hanya bisa dijalankan bila manusia di dunia
ini bebas. Maka Barata, janganlah kau berprasangka bahwa rakyatmu sedang
melakukan kejahatan bila mereka
mengadakan huru-hara, sebaliknya jernihkanlah pikiranmu terlebih dahulu akan
kemungkinan bahwa huru-hara itu mungkin disebabkan oleh benih-benih kebaikan
dan kebebasan yang seharusnya tumbuh tapi terhalang oleh kesempitan dunia.”
“Maka perhatikanlah
pula Barata, bahwa pertama-tama bukan hukum yang mengatur negeri, melainkan
cinta yang memungkinkan kebebasan itu berkembang. Hukum itu semata-mata
mengatur perjalanan manusia seperti nasib yang sudah dipastikan, sedangkan
cinta memberi manusia kebebasan untuk meraih kesempurnaannya. Hukum itu adalah
suatu ketimpalan, mengganjar yang baik dan menghukum yang jahat. Sedangkan
cinta itu lebih daripada hukum. Cinta itu adalah kemurahan hati, yang selalu
siap memaafkan.”
"Barata, bagaimana kamu dapat memerintah kerajaan
secara demikian? Ingatlah bahwa pertama-tama kau sebenarnya harus memerintah
dan menjadi raja bagi dirimu sendiri, sebelum kau memerintah dan menjadi raja
bagi rakyatmu. Artinya, kau harus menguasai segala nafsumu, kamu harus menjadi
bebas sendiri, tanpa keinginan untuk memaksakan apa pun. Dengan kebebasanmu yang tak terikat pada
kehendak dan kemauanmu yang kaku, kau akan terbuka untuk mendengarkan rakyatmu.
Bila kau sendiri telah bebas, saat itulah kau sungguh dapat mencintai rakyatmu.
Ingatlah pula Barata, sering terjadi seorang raja menyamakan keinginannya
dengan keinginan rakyatnya. Tidakkah banyak raja yang suka perang, lalu
memaklumkan perang itu sebagai keputusan rakyatnya. Hati-hatilah Barata
terhadap keinginanmu sendiri."
"Barata, hari sudah hampir petang. Pulanglah ke Ayodya,
dan jadikanlah Ayodya kerajaan cinta. Di mana tiada permusuhan dan percekcokan,
dan kedamaian selalu menjadi awan-awannya. Tugasmu berat, Barata, seperti
berlayar di samudra dengan perahu kecil. Namun itulah yang harus kau buat bagi
rakyat Ayodya. Selamat jalan, Adikku," kata Rama menutup semua
wejangannya. Ketika mengucapkan semuanya tadi, Rama bagaikan Wisnu yang
menurunkan kebijaksanaannya. Barata mendengarkan semua itu dengan hati yang
terbuka.
Sumber: Sindhunata, Anak
Bajang Menggiring Angin, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 95-97.
Comments
Post a Comment