Kupang, Sepotong Siang

Kupang siang itu terik panas
Sambal luat menyengat pedas
Bergelut dengan aroma asap dalam irisan daging se'i
Keringat menitik puas, berkilap-kilap di keningmu

Aku menyesap sup kacang merah
Segar dan menggugah
+ Kamu mau tambah?
- Bagaimana kalau kita menambah kegembiraan
Dan kepercayaan pada senja yang tak harus lebur
Jadi puisi?

Kupang siang itu terik panas
Kain-kain Sumba bergelantungan kusam di etalase
+ Hidup amat murah hati, bukan?
- Langkah tak mesti terburu-buru
Toh lidah telah puas, perut telah penuh
Tak apa kakilima lumayan berdebu

+ Kenapa kita mesti meringkus kota
Dalam kotak-kotak cendera mata?
- Kenapa kita mesti mengekalkan luka
Dari satu kota ke lain kota?
+ Ah, kenapa kita tidak bercakap
Yang ringan-ringan saja?
- Kenapa kita perlu menulis puisi?

Angin berkelok di lorong pasar, keras kepala
Matahari berpendar-pendar, tertawa menjelang senja
Tenggelam di ufuk Pantai Oesapa

Yogya, 2019


Comments

Popular posts from this blog

7 Humor Natal yang Bikin Terpingkal-pingkal

120+ Penyanyi Indonesia 80-an: Sebuah Kurasi Memori

Bukan a piece of conversation, tapi a piece of confusion