Meler Semalam



Di tengah masa mengurung diri ini, suatu malam saya mendadak meler. Tidak pening. Tidak demam. Hanya meler.

Saya mengenakan masker dan mengurung diri di kamar kerja. Rina, istri saya, menghubungi adiknya. Di kosnya ada kasur lipat mengganggur. Kami mengambilnya melalui layanan GoCar. Malam ini saya akan tidur sendiri di kamar kerja.

Konsultasi dengan dokter keluarga via WA, ia menyarankan saya minum Zegavit dan Cetirizin. Zegavit multivitamin yang mengandung zink, bagus untuk menghadapi infeksi virus.

Saya ada riwayat alergi udara dingin. Kalau bangun pagi lalu masuk ke kamar mandi, kadang saya bersin-bersin. Bisa juga kulit tiba-tiba berbentol merah dan gatal. Belakangan setelah rajin berenang, badan saya relatif lebih tahan dan alergi jarang kambuh. Sayang sekarang kolam renang tutup. Cetirizin untuk mengatasi alergi itu. Masih ada stok di rumah.

Semoga memang alergi saja yang kumat. Paling tidak, alergi tidak menular. Saya hanya perlu istirahat cukup untuk memulihkan kondisi tubuh. Perbanyak minum air putih. Tidak perlu olahraga berat dulu. Cukup besok berjemur.

Lesra, anak sulung kami, pergi mencarikan Zegavit. Masuk ke empat apotek, kosong semua. Saya menghubungi teman yang kerja di rumah sakit. Dia sudah di rumah, baru besok sore masuk kerja.

“Kalau semua vitamin kosong, ya sudah ekstra dari buah saja,” kata dokter.

Untuk vitamin C, kata teman ahli gizi, paling bagus jus jambu biji. Per 100 gram bisa mencukupi hampir 200% kebutuhan vitamin C harian. Tapi semalam tidak ada jambu. Rina menyiapkan semangka.

Saya tidur lebih awal. Pakai masker. Tidak nyaman. Tapi akhirnya lelap juga.

Bangun pagi, badan sudah mendingan. Terasa enteng. Enak.

Saya membuka jendela lalu sarapan di ruang kerja. Nasi goreng ikan dengan sayur. Buahnya ekstra. Rina menyiapkan semangka dicampur jus jambu.

Selesai sarapan, saya membuka jendela bagian bawah. Biasanya hanya yang bagian atas. Saya duduk di ambang jendela. Berjemur dengan membuka kaos sambil membaca hitungan skenario terburuk perkembangan wabah korona ini. Tiga puluh menit kemudian sinar matahari meredup karena tertutup mendung.

"Life is too short to worry," kata Vonny Sumlang dalam lagu patah hati yang ditembangkannya dengan iringan Bhaskara.

Saya pergi mandi.

Badan jadi segar. Pakai masker lagi. Meler sudah mereda. Tapi hidung masih terasa rada becek. Hidup pun berlanjut.

Mungkin semua itu terlalu berlebihan. Mungkin tidak perlu seheboh itu. Mungkin memang perlu agak repot sedikit. Mungkin tidak perlu-perlu amat. Mungkin sangat perlu. Mungkin begitu sebaiknya untuk berjaga-jaga. Kami tidak tahu.

Belakangan ini tidak banyak yang bisa dipastikan, bukan? Kecuali matahari yang rutin muncul di horison. Dan, rahmat-Nya yang senantiasa baru setiap pagi. 

Comments

Popular posts from this blog

7 Humor Natal yang Bikin Terpingkal-pingkal

Edisi Koleksi Terbatas 50 Tahun Majalah Bobo Cerpen & Dongeng: Benarkah “Terbaik Sepanjang Masa”?

Setengah Hari di Rumah Atsiri