Impian Monetisasi Kanal Youtube
Tidak sedikit orang yang kepingin menjadi Youtuber, mendapatkan penghasilan sampingan--kalau tidak malah penghasilan utama--dari mengelola kanal video. Saya pun sempat menginginkannya.
Dulu Youtube (YT) menetapkan syarat monetisasi yang relatif ringan. Begitu membuka akun, orang dapat mengajukan permintaan monetisasi, dan relatif mudah disetujui. Perjuangannya tinggal mengumpulkan 100 dolar pertama dari iklan dan view. Tiap terkumpul minimal 100 dolar, YT akan mentransfer penghasilan tersebut ke rekening kita pada bulan bersangkutan. Saya sempat mengikuti program ini, tetapi setelah sekian lama akun saya cuma sukses mendulang 4 dolar.
Belakangan YT menetapkan syarat baru untuk monetisasi: minimal 1000 subscriber DAN 4000 jam (240.000 menit!) tayang dalam 365 hari terakhir. Ketika sebuah kanal memenuhi syarat pertama, jangan buru-buru gembira, belum tentu syarat kedua otomatis terpenuhi; begitu juga sebaliknya. Ada kanal yang menarik minat banyak subscriber, tetapi masing-masing video hanya ditonton orang sekilas-sekilas. Istri saya pernah menemukan kanal berisi tutorial menjahit, tiap video sangat banyak view-nya, tetapi jumlah pelanggannya tak sampai seribu. Kanal-kanal semacam itu bisa diduga belum termonetisasi. Untuk memenuhi syarat, kita harus memiliki kanal yang mengundang ribuan orang untuk berlangganan DAN videonya membuat orang betah menontonnya berlama-lama, dan syukur-syukur berulang-ulang. Syarat yang gila-gilaan!
Betapa tidak! Coba kita main hitung-hitungan berapa kira-kira modal yang diperlukan untuk memenuhi syarat di atas. Agar orang akrab dengan kanal kita dan tertarik untuk berlangganan, kita perlu teratur menayangkan video baru, katakanlah dua setiap minggu, dalam setahun dibulatkan jadi 100 video. Berapa biaya pembuatan satu video? Mungkin karena buatan sendiri, kita tidak terlalu memikirkannya. Padahal, ada waktu dan sumber daya yang digunakan untuk merekam, mengedit, dan mengunggahnya. Jadi, kita hitung saja secara kasar (hitungan ini akan ditertawarkan oleh pembikin video profesional), satu video sepanjang 10-15 menit biayanya 250 ribu. Dalam setahun, untuk 100 video tadi, kita mesti mengeluarkan modal... 25 juta!
Dengan modal sebesar itu, kita masih berjudi. Belum tentu kanal kita lolos memenuhi persyaratan. Kita harus menarik minimal 1000 subscriber, dan setiap subscriber menonton setiap video kita masing-masing selama minimal 2,4 menit dalam waktu 365 hari!
Dan, itu baru untuk memenuhi syarat monetisasi. Modal awal itu--1000 pelanggan DAN 4000 jam tayang--belum mendatangkan uang. Semacam setoran awal untuk YT. Untuk mulai menghasilkan uang, kita harus terus memperbarui kanal kita dengan konten yang membuat orang betah menontonnya berlama-lama, dan syukur-syukur berulang-ulang itu tadi. Berarti perlu tambahan modal, dan perlu faktor X--karena di dunia YT memang sulit ditebak video macam mana yang berpotensi viral.
Tentu saja, ada kiat-kiat untuk membikin video yang "disukai" oleh algoritma mesin YT dan mesin pencari. Saya beruntung memiliki teman yang bermurah hati membagikan kiat-kiat itu. Namun, dengan memahaminya, saya malah jadi tersadar, tahu diri dan empan papan, bahwa menjadi Youtuber bukanlah cita-cita yang semudah membalik telapak tangan. Selain keteteran soal modal (25 juta setahun!), siapa pula yang bisa mengendalikan faktor X tadi?
Video yang "disukai" mesin bakal terpapar pada lebih banyak calon penonton. Calon penonton--karena belum tentu orang itu tertarik, dan kemudian menontonnya, dan kemudian berlangganan kanal kita. Bagian yang belakang ini tidak bisa ditolong oleh mesin. Perlu keajaiban. Pengamat YT tentu ingat kanal yang menayangkan video orang bengong di kamar selama dua jam. Video itu viral, otomatis jam tayangnya melonjak, dan subscriber-nya pun melesat jadi puluhan ribu. Kanal layak dimonetisasi. Namun, agar berkelanjutan, tentu si pemilik kanal harus rutin menayangkan konten baru yang menarik minat orang untuk menontonnya.
Untuk jadi Youtuber yang bernapas panjang, perlu modal yang tidak kecil dan mampu menawarkan konten yang terus dinanti-nantikan orang. Saya sadar saat ini tidak memiliki keduanya. Kalau hanya mengandalkan "kesintingan" sehingga ada satu video yang viral dalam kurun waktu tertentu, tetapi video-video lain melempem, ya nihil juga penghasilan dari kanal itu.
Dengan membaca kemungkinan itu, saya memilih untuk angkat tangan. Tidak lagi bernafsu mengejar monetisasi. Tidak ngoyo lagi. Kanal YT untuk main-main saja. Mengunggah konten kalau lagi sempat. Sekadar saja. Sekadar mendokumentasikan pengalaman hidup dan karya yang terekam dalam format video. Sekadar bersenang-senang. Seperti video baru yang tayang hari ini.
Video ini saya olah dari obrolan santai dengan Mikael Rinto seputar penulisan renungan harian. Sahabat saya ini sudah sejak Oktober 2015 menekuni pengelolaan kanal YT, saat itu langsung monetisasi, dan mendapatkan 100 dolar pertama pada April 2016. Kanalnya, yang berfokus pada travelling dan perkeratapian, saat ini memiliki 232K subscriber. Penonton videonya bisa mencapai jutaan. Dialah yang bermurah hati berbagi aneka kiat pada saya. Mudah-mudahan melalui video obrolan santai ini, saya bisa kecipratan urapan monetisasinya (hihihi, katanya sudah angkat tangan, tapi diam-diam masih berharap juga). Meski seharusnya terbalik. Bukan kapal kecil mengiklankan kapal besar, melainkan kapal besar mengiklankan kapal kecil. Ya to, Mas Rinto?
Oh ya, dalam 365 hari terakhir, kanal saya bertambah 177 subscriber dan 12.387 menit penayangan. Sangat jauh dari syarat monetisasi. Jika di tengah jalan nanti tiba-tiba terjadi keajaiban sehingga saya bisa mendapatkan uang saku dari YT, ya syukur alhamdulillah. Kalaupun kanal ini tetap melempem, ya ikhlas-ikhlas saja.
Berarti untuk mencari penghasilan guna melanjutkan hidup di era pandemi ini, saya perlu terus menekuni jalan ninja yang sudah saya tempuh selama ini: menulis, menunggu order terjemahan, editing, atau pelatihan menulis, dan belakangan coba-coba jualan buku, dimulai dengan memasarkan Trilogi Temanggung. Semoga cukup untuk makanan dari hari ke hari.
Comments
Post a Comment