Haruskah Kita Patuh kepada Pemerintah? (Roma 13:1-7)
Roma 13:1-7 sempat viral karena digunakan seorang anggota dewan untuk membela diri dan mencoba membungkam rakyat yang kritis terhadap pemerintah.
Saya mengenal beberapa orang yang memaknai perikop tersebut secara konservatif: bahwa kita diperintahkan untuk tunduk patuh mutlak tanpa syarat kepada pemerintah karena semua pemerintah berasal dari Tuhan. Melihat situasi dan kondisi negara ini belakangan ini, bagaimana perasaan kalian, saudara-saudaraku? Masih bersikukuh dengan tafsiran tersebut?
Pemerintahan berasal dari Allah--saya sepakat. Dalam arti, ranah pemerintahan atau kepemimpinan bersumber dari Allah. Dalam kehidupan bersama, mulai dari keluarga hingga negara, diperlukan kepemimpinan. Itu sebuah pengaturan ilahi.
Namun, apakah setiap rezim atau orang yang memegang jabatan kepemimpinan/pemerintahan otomatis harus dipatuhi apa pun kebijakannya?
Tunggu dulu. Kita perlu memeriksa perikop di atas secara lebih cermat.
Di ayat 7, Paulus memberikan petunjuk yang bisa jadi kerap kita lewatkan: "rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat."
Paulus tidak menulis, "rasa takut dan hormat kepada semua pemerintah." Berarti, ada pemimpin/pemerintah yang berhak menerima rasa takut dan hormat dari orang-orang yang dipimpinnya. Di sisi lain, secara implisit, ada pula pemimpin/pemerintah yang TIDAK berhak menerima rasa takut dan hormat dari orang-orang yang dipimpinnya. Bagaimana kriterianya?
Dalam uraian Paulus, pemimpin/pemerintah yang patut menerima rasa takut dan hormat adalah pemimpin/pemerintah yang menjalankan ketetapan Allah: (1) memuji atau menghargai orang yang berbuat baik atau mengikuti ketetapan Allah; dan (2) menghukum orang yang berbuat jahat atau melawan ketetapan Allah.
Bagaimana dengan kebijakan rezim negara ini? Bukankah kerap terbolak-balik? Memberikan penghargaan kepada koruptor, tetapi menindas guru honorer, misalnya. Atau, polisi, yang seharusnya mengayomi masyarakat, malah menggilas pengemudi ojol yang sedang mengantarkan pesanan.
Tuhan Yesus pun menyodorkan dua model kepemimpinan:
Pertama: "Kamu tahu bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa bertindak sebagai tuan atas rakyatnya, dan para pembesarnya bertindak sewenang-wenang atas mereka." (Matius 20:25)
Kedua: "Tidaklah demikian di antara kamu (bandingkan dengan Roma 12:2 yang mendahului perikop tadi: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini"). Siapa saja yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan siapa saja yang ingin menjadi yang pertama di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:26-28)
Tuhan Yesus menarik garis pembeda yang tegas antara pemerintah ala dunia dan pemerintah ala Kerajaan Allah. Yang satu berasal dari Allah, tetapi melawan kehendak Allah: menyalahgunakan kepemimpinan dan menindas warga. Yang lain berasal dari Allah dan mengikuti kehendak Allah: menggunakan kepemimpinan sebagai sarana untuk melayani warga. Tuhan Yesus mengecam bentuk pemerintahan yang menindas warga dan mendorong kita untuk menjalankan kepemimpinan yang memberdayakan warga.
Bagaimana dengan rezim saat ini? Mengikuti model kepemimpinan manakah mereka? Patutkah mereka menerima rasa takut dan hormat kita? Ataukah mereka pantas dikecam dan disikapi secara kritis serta didesak untuk berubah?
Terhadap sebuah rezim bobrok, kita patut mengaminkan nyanyian Maria: "Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah." ***
Comments
Post a Comment