Dalam Rinai Hujan


Ini bukan kisah cinta; ini kisah Cinta.

Siwi dan Widi adalah kakak-beradik anak Bu Mujiyo, seorang janda. Siwi masih menganggur selulus dari SMA. Ia ingin bekerja di luar kota, tetapi beberapa tawaran yang ada tidak menarik baginya. Malah ibunya menyarankan untuk menikah. 

Widi cerdas dan jago elektronik, tapi kadang-kadang agak teledor.

Suatu saat Siwi tertarik ikut Sumarni, yang tampaknya sudah sukses di Jogja. Karena tidak bisa pamit pada ibunya yang sedang pergi, Siwi menitipkan pesan pada Widi, yang ternyata tidak menyimak dengan baik. Tentu saja Bu Mujiyo kalut ketika mengetahuinya, apalagi ternyata telepon genggam Siwi tertinggal sehingga mereka kesulitan menghubunginya.

Mereka kemudian mendapatkan alamat Marni dari neneknya, namun upaya Bu Mujiyo kandas karena ternyata Marni sudah pindah kos. Lebih mengguncangkan lagi, dari keterangan si pemilik kos, ada kemungkinan Marni sebenarnya bukan perempuan baik-baik.

Bagaimana Bu Mujiyo menghadapi keadaan tak terduga ini? Bagaimana Widi mengatasi rasa bersalahnya? Dan, Siwi sendiri--benarkah ia terjerumus ke lembah nista? Kalau begitu, keajaiban apa yang bisa menyelamatkannya?

Kisah yang berlatar Temanggung dan Jogja ini beredar awal Desember (Jabodetabek) dan pertengahan Desember (Jawa dan luar Jawa).

DALAM RINAI HUJAN
Arie Saptaji
Gramedia Pustaka Utama
GM  302 01 12 0059
Harga Rp 35.000,-
13,5 cm x 20 cm
200 hlm
ISBN 978-979-22-8997-8

Comments

  1. terima kasih atas artikelnya ini..
    saya sedang mencari artikel ini.
    dan terima kasih sudah mau berbagi :D



    #Salam Silaturahmi dari saya ^_^

    ReplyDelete
  2. saya sudah baca buku ini.sangat menyentuh dan saya merasa terberkati.. Terimakasih sudah mengingatkan bahwa ketika Tuhan mengizinkan kita mendapat kesusahan , Tuhan turut bekerja dlm setiap apa yg kita alami untuk mendatangkan kebaikan..
    Tuhan memberkati
    :)

    ReplyDelete
  3. Sudah saya beli, sudah saya baca. Ada sesuatu yang terasa luar biasa dalam cerita yang sederhana dan nampak biasa ini. Entah apa itu. Mungkin karena cara dan gaya bertutur Pak Arie yang cantik atau lebih tepatnya manis. Tidak berkesan menggurui. Lebih tepatnya menginspirasi. Saya banyak belajar dari novel ini. Sangat tepat bagi para remaja untuk membacanya karena isinya tidak berupa roman picisan. Terima kasih, Pak Arie, sudah mewujudkan ceritanya dalam novel ini. Saya menunggu karya-karya selanjutnya. TUHAN memberkati ^^.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

7 Humor Natal yang Bikin Terpingkal-pingkal

Edisi Koleksi Terbatas 50 Tahun Majalah Bobo Cerpen & Dongeng: Benarkah “Terbaik Sepanjang Masa”?

Setengah Hari di Rumah Atsiri