Kecemerlangan The Lego Movie



THE LEGO MOVIE (Christopher Miller & Phil Lord, AS, 2014)

Ketika pertama kali tahu akan munculnya film Lego, aku hanya mengangkat bahu. Lesra dan Tirza sudah sering mengunduh film-film pendek Lego dari Youtube, mereka senang menontonnya dan cekikikan. Tapi, ya sudah begitu saja, aku hanya sekilas ikut meliriknya dan tidak paham betul apa yang membuat mereka cekikikan. Memang kalau kemudian dibikin film panjang untuk diputar di bioskop, apa istimewanya? Paling jadi semacam iklan produk versi panjang. Begitu pikirku awalnya.

Namun, seminggu menjelang tanggal rilis, komentar dan celoteh orang yang sudah menontonnya dan berkicau di internet memperlihatkan antusiasme yang menular. Ulasan bagus demi ulasan bagus menyusul bermunculan (saat ini terkumpul skor 82 di Metacritic untuk film ini). Jadi penasaran aku. Seistimewa itukah "The Lego Movie"?

Akhirnya, minggu ini si film mendarat di Jogja dan kemarin sore, tentu saja bareng Lesra dan Tirza, aku meluangkan waktu menontonnya. Apakah "The Lego Movie" memuaskan rasa penasaranku?

Jawaban singkat: Ini film cemerlang!

Memadukan jelujuran kisah "Star Wars" original dan "The Truman Show", plus berbagai referensi lain yang akan tertangkap tergantung keluasan peta nonton kita masing-masing, film ini bergerak lincah dengan plot cerdas dan tak terduga. Komedi, aksi, kepahlawan, perlawanan terhadap tiran, sentuhan kisah cinta--teraduk melalui keping-keping Lego yang begitu ciamik, membuat kita melongo dan ternganga dan terbahak dan bahagia dan ikut mendendangkan lagu temanya.

Tentang apakah film ini? Pertarungan. Bukan pertarungan hitam-putih antara kebaikan dan kejahatan, tetapi pertarungan pelik antara sejumlah pilihan hidup. Hahahaha, filosofis banget ya. Mosok film anak-anak sesublim itu? Sok ndakik-ndakik. Tapi, begitulah. Aku ingin meringkas film ini sebagai zig-zag pertarungan antara:

Keseragaman vs keragaman;
Keboyakan rutinitas vs Ketakterdugaan perayaan hidup;
Kepatuhan beku pada Instruksi vs Kemerdekaan dan kegairahan berkreasi dan berinovasi;
Keamanan dan kenyamanan semu vs Petualangan hidup yang penuh risiko;
Keegoisan individualisme vs Kekuatan kerja sama dan kesalingtergantungan;
Keterkungkungan dalam tembok "Kita vs Mereka" vs Keterbukaan dan kegotongroyongan lintas batas;
Kepemimpinan yang membelenggu dan melumpuhkan vs Kepemimpinan yang memerdekakan dan menghidupkan potensi tiap orang;
dan seterusnya (ehem, lama-lama jadi kedengaran seperti "Hukum Taurat vs Kasih Karunia" ya? Hahahaha).

Di satu sisi, film ini semacam "petunjuk kreatif bermain Lego", namun, di sisi lain, kita yang berhikmat (ehem!), dapat membacanya sebagai "petunjuk kreatif menjalani hidup". Tentang bagaimana kita menjadi istimewa justru karena kita tidak istimewa.

Oya, kalau ada yang perlu dikeluhkan: film ini bergerak begitu gesit, padahal pernik-pernik detailnya begitu cantik dan legit; akibatnya, kita kekurangan waktu untuk mencermati dan mengaguminya.

Selebihnya, yeah... everything is awesome!

26.02.2014

Comments

Popular posts from this blog

7 Humor Natal yang Bikin Terpingkal-pingkal

Edisi Koleksi Terbatas 50 Tahun Majalah Bobo Cerpen & Dongeng: Benarkah “Terbaik Sepanjang Masa”?

Setengah Hari di Rumah Atsiri