Akhir Tahun, Mudik ke Temanggung, Menengok Embung Kledung



Temanggung itu terdiri atas kangen, empis-empis, dan ceriping kimpul. Tak bosan untuk kembali ke sana lagi dan lagi tiap ada kesempatan. Tak bosan meskipun pikniknya ke tempat itu lagi dan itu lagi. Selain berkunjung ke rumah kakak-kakak, biasanya kami mampir ke hutan pinus Jumprit. Belakangan, ketika Temanggung ikut genit menjual sudut-sudut kecantikannya sebagai selfie spot, baru mulai terpikir menjajal berkunjung ke tempat lain. Akhir 2018 ini, kami mengincar Embung Kledung dan Posong.

Sebelumnya kami mampir ke rumah kakak di Temanggung. Selain melepas kangen dengan keluarga dua kakak yang berada di kota itu, akhirnya bisa bertemu langsung dengan "Mas Jepang," cucu-ponakan yang lahir di negeri Oshin. Orangtuanya saat ini siap berkarya lagi di tanah air. Kami disuguhi nila bakar yang dibeli di daerah Pikatan. Sedap dan segar tanpa bau tanah. 

Kenyang makan, plus disangoni ceriping kimpul favorit, kami meluncur ke Ngadirejo, menjemput kakak lain, Mbak Nining, untuk mengajaknya ke embung. Mbak Nining membawa sangu sawut goreng. Di perjalanan kami mampir membeli jenang legendaris di Gendhengan, dekat jembatan Kali Deres. Seporsi jenang komplet hanya lima ribu.

Kledung adalah kecamatan di Temanggung yang berbatasan dengan Wonosobo. Daerah ini dinaungi dua gunung kembar yang sering digambar oleh anak-anak SD se-Indonesia sejak era Orba, yaitu Sindoro dan Sumbing.

Embung Kledung sendiri berlokasi di dekat pos pendakian Gunung Sumbing. Agro wisata ini menempati lahan seluas 4 hektar di ketinggian 1428 mdpl. Embungnya sendiri berukuran 83 x 83 m dengan kedalaman 3 meter.

Embung atau waduk buatan ini selesai dibangun pada 2013 sebagai salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Temanggung untuk menyediakan penampungan air hujan. Siapa mengira sebagian wilayah kabupaten sejuk ini ternyata rawan kekeringan saat musim kemarau tiba. Embung Kledung adalah salah satu waduk yang dibangun untuk mengatasi persoalan tersebut. Embung yang dimanfaatkan pula sebagai kolam budidaya ikan ini dapat mengairi lahan kira-kira 20 hektar.

Namun, Embung Kledung lalu kondang karena fungsi sampingannya, ya itu tadi: tempat berfoto-foto ria. Tiket masuknya lima ribu; parkir mobil tujuh ribu; parkir motor, kalau tidak salah, dua ribu.

Dari tempat parkir, pengunjung dapat menaiki undak-undakan warna-warni menuju embung. Di sekeliling embung telah disediakan bangku dan berbagai properti untuk berfoto cantik. Jika suasana cerah, kita dapat menikmati sosok si kembar Sindoro-Sumbing di tengah kesegaran udara dataran tinggi. Ada yang membandingkannya dengan keindahan sebuah danau di luar negeri. Sayang saya belum pernah ke manca negara sehingga tidak bisa memastikannya.

Kami datang ketika kabut turun. Angin bertiup kencang menggigilkan tubuh. Air embung beriak-riak dan ikan-ikan mas berkecipak di permukaannya. Hujan sempat turun sebentar, kencang dan dingin. Untung kami mengajak sopir dan fotografer yang gesit, Tri Prasetyo, sehingga bisa mendapatkan foto-foto yang asyik.

Kabut belum beranjak ketika kami pulang. Rasanya seperti di lokasi "Negeri di Bawah Kabut," film yang saya putar kalau kangen Temanggung tetapi tidak sempat mudik.

Sebenarnya kami ingin melanjutkan ke Posong. Namun, sesampai di mulut jalan, petugas parkir menghentikan kami. Macet dan sudah terlalu sore, katanya, sebaiknya kami tidak usah masuk. Lain kali saja. Baiklah. Terima kasih. Akhirnya kami mampir ke bawah Jembatan Sigandul, yang pilar-pilar penyangganya mengingatkan pada Gedung Pusat UGM.

Puas berfoto, tadinya ingin mengicipi sega jagung, tetapi berarti harus berbalik ke arah Kledung lagi. Saya lalu mengajak keluarga menikmati bakso legendaris di Ngadirejo, yaitu Moro Seneng milik Pak Ngatino. Warung bakso ini sudah ada sejak saya SD. Saya paling doyan tahu gorengnya. Tidak pernah menemuinya di tempat lain.

Sudah hampir magrib ketika kami mengantar Mbak Nining ke rumah. Pulang ke Yogya, kami disangoni empis-empis tongkol dan teri rambangan alias teri anyep atau tawar. Bagaimana tidak ingin balik lagi ke Temanggung kalau seperti ini?


Comments

Popular posts from this blog

7 Humor Natal yang Bikin Terpingkal-pingkal

Edisi Koleksi Terbatas 50 Tahun Majalah Bobo Cerpen & Dongeng: Benarkah “Terbaik Sepanjang Masa”?

Setengah Hari di Rumah Atsiri