Eksil Memporak-Porandakan Jiwa, Menyayat Hati
Eksil (Lola Amaria, 2022)
Eksil mengikuti kisah para eksil yang terdampar dan tak bisa pulang ke Indonesia pasca-peristiwa Gerakan 30 September. Betul-betul film yang memporak-porandakan jiwa, lebih menyayat hati daripada The Graves of the Fireflies.
Sayangnya, Anda perlu buru-buru jika pengin menontonnya di layar lebar sebelum film ini rontok dari bioskop yang kurang ramah terhadap film "berat" semacam ini. Seorang pengguna X/Twitter di Medan bercerita, "Tadi ada Mbak dan Mas-nya mau beli tiket nonton ‘Eksil’ karena kehabisan tiket ‘Agak Laen.’ Trus Mbak penjaga bioskop-nya dengan sigap nge-info-in, “Kakak kayaknya lebih cocok nonton film horor aja. Ini ‘Eksil’ kayak wawancara dan cerita-cerita gitu.” Monangis.😭" Di Yogya, pada hari pertama ada delapan kali penayangan, pada hari kedua tinggal lima kali. Entah besok.
Di tengah musim kampanye yang masih tetap (atau malah makin) memuakkan kali ini, ada tercetus dalam benak saya, "Duh Gusti, apa sih dosa bangsa ini kok ya kena azab bertubi-tubi, tidak juga punya pemimpin yang betul-betul memikirkan nasib dan kesejahteraan rakyatnya?" Sepanjang nonton Eksil dengan perasaan campur aduk--gelisah, tercekat haru, menghela napas, geram, tertusuk, mata sering kembeng-kembeng--kayaknya jawaban itu menyelinap: "Inilah salah satu penyebab bangsamu sakit-sakitan. Inilah dosa besar--terbesar?--yang tak kunjung terselesaikan, utang darah yang tak juga diruwat. Makanya, bangsamu lebih sering mendapatkan pemimpin yang menindas rakyatnya sendiri ketimbang menyejahterakannya. Karena kalian tidak pernah benar-benar menyelesaikan perkara dengan Buta Rambut Geni itu." Seorang tokoh di film berkata: Orde Baru tak pernah berlalu, ia cuma berganti baju.
Ketika film usai, saya berkata kepada T, "Itulah Negaramu." Saya melanjutkannya dalam hati, "Bangsat betul Negara ini memperlakukan warganya sendiri!" Warga yang dengar bibir bergetar bernyanyi dan berdamba tentang Indonesia sebagai "tempat akhir menutup mata." Akankah asa bersahaja itu terkabulkan?
Melalui film ini, Anda bakal dapat bekal, siapa saja yang tak pantas mendapatkan suara Anda dalam Pemilu sebentar lagi. Merekalah, orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaan itu, yang sepantasnya menjadi eksil. (ars)
Saya pernah dikasih kesempatan mempertunjukkan monolog ttg ‘eksil’ di negeri sendiri di hadapan sekelompok eksil di Paris.
ReplyDeleteYa. Mereka dengan bibir bergetar menyanyi “Indonesia, … tempat akhir menutup mata.” Ah. Nulis saja udah bikin airmata merebak .
Semoga bisa nonton film ini.
Kacio ki...solotigo
ReplyDeleteEnek biskup siji wae rajelas, tur durung tau nginguk