Pendamaian Kristus
Atau Bagaimana Kita Dapat Hidup (Kembali) Bersama Dengan Allah
Jantung kehidupan Kristiani adalah hubungan dengan Allah. Melalui hubungan itu, Tuhan mengubah kita menjadi serupa dengan gambar Anak-Nya. (Baca: Our Deepest Purpose).
Sejak penciptaan Tuhan sudah mengungkapkan kerinduan itu. Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1:26). Ini sebuah panggilan untuk hidup dalam hubungan yang penuh kasih dengan Allah, dalam ketaatan dan ketergantungan penuh pada Allah. Saat manusia menanggapi kasih Allah dengan menaati-Nya, karakter Allah akan semakin nyata terpancar di dalam dirinya—seperti seorang anak yang bertumbuh menjadi semakin serupa dengan bapaknya.
Kemudian, Allah memberkati manusia (Kejadian 1:28). Menurut , tata bahasa Ibrani yang dipakai dalam bagian ini sama dengan yang dipakai dalam bagian-bagian Alkitab yang mengungkapkan doa dan harapan berkat bagi keluarga. Dengan kata lain, perkataan Allah tersebut bukan mengacu pada apa yang harus manusia lakukan untuk menyenangkan hati Allah, melainkan apa yang dapat Allah lakukan melalui umat manusia. Berkat, dengan kata lain, adalah buah dari hubungan kasih dengan Allah.
Akan tetapi, manusia menolak hubungan itu—mereka memilih untuk menjadi seperti Allah dengan cara mereka sendiri. Dosa pun masuk ke dalam dunia. Sebagai akibatnya:
1) Manusia menjadi budak dosa (Yohanes 8:34; Roma 6:13-17). Dosa adalah tuan yang keji. Ia menggunakan kesenangan untuk menggoda kita, namun selanjutnya menyiksa kita tanpa ampun.
2) Manusia hidup dalam murka Allah (Roma 1:18). Hidup tanpa Allah. Hidup tanpa sumber kehidupan sejati. Hidup tetapi mati—terpisah dari Allah: secara rohani, secara jasmani, dan pada akhirnya secara kekal.
Syukurlah, sejak awal, Tuhanlah yang berinisiatif untuk menyelesaikan masalah dosa ini. Tuhanlah yang mencari manusia. Tuhanlah yang datang untuk menyelamatkan dan memerdekakan manusia.
Bagaimana Allah menyediakan jalan keluar bagi manusia untuk terbebas dari belenggu dosa dan dari murka-Nya? Melalui pendamaian oleh Anak-Nya, Yesus Kristus.
Dalam penyembahan berhala, manusia mempersembahkan korban untuk menyenangkan hati dan meredakan amarah dewa mereka.
Dalam Perjanjian Lama, kita melihat bayangan dari pendamaian Allah dalam korban penebus dosa, korban penebus kesalahan, dan hari penebusan (Imamat 4:1-6:7; 16). Contoh: Bilangan 16:41-50.
Dalam Perjanjian Baru, kita mendapatkan kegenapannya: Allah Bapa mempersembahkan Anak-Nya, Yesus Kristus, sebagai korban untuk memperdamaikan diri-Nya dengan manusia—satu kali dan untuk selama-lamanya.
Roma
3:21 Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi,
3:22 yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan.
3:23 Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,
3:24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.
3:25 Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.
3:26 Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus
Ibrani
2:17 Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.
1 Yohanes
2:1 Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil.
2:2 Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia.
1 Yohanes
4:8 Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.
4:9 Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.
4:10 Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita
Salib—sering kita memandangnya sebagai bukti betapa Allah sangat mengasihi kita, betapa berharganya kita di mata Allah sehingga Dia rela berkorban seperti itu.
Itu sebenarnya baru separuh kebenaran. Salib memang menyatakan kasih Allah, kasih-Nya yang sangat besar bagi dunia, tetapi sejatinya bukan karena kita layak dikasihi—karena kita sudah memilih untuk menjadi musuh-Nya, menjadi pemberontak. Kita selayaknya dihukum, jatuh dalam murka Allah. Salib, dengan demikian, memperlihatkan kasih Allah yang sangat besar kepada manusia yang tidak pantas dikasihi.
Salib—darah Kristus yang dicurahkan, kematian-Nya—juga memperlihatkan betapa besar harga yang harus dibayar untuk menebus dosa kita. Memperlihatkan betapa parahnya dosa itu sehingga satu-satunya jalan untuk memadamkan murka Allah atas dosa kita hanyalah melalui kematian Anak-Nya. Oleh kematian-Nya, kita yang selayaknya mati dalam murka Allah, diselamatkan untuk hidup bagi Dia. Kita—para seteru Allah dan para memberontak—diangkat menjadi anak-anak Allah yang dikasihi-Nya!
Ibrani
9:22 … tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.
7:25 Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka.
7:26 Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga,
7:27 yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya , ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban.
9:12 dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal.
Roma
5:10 Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya.
Jelaslah, bukan kesalehan kita, bukan kesungguhan pertobatan kita, yang sanggup meredakan murka Allah. Kita tidak berdaya untuk menolong diri sendiri. Lalu, apa? J.I. Packer mengatakan, “… hal yang memadamkan murka Allah sehingga menebus kita dari kematian bukanlah kehidupan dan pengajaran Yesus, ataupun kesempurnaan moral-Nya atau kesetiaan-Nya kepada Bapa-Nya, melainkan pencurahan darah-Nya pada saat kematian-Nya.”
Pendamaian Kristus bukan hanya 1) mengampuni dosa kita, tetapi juga 2) menghentikan murka Allah atas kita, satu kali untuk selama-lamanya. (Kita mungkin mengampuni seseorang, tetapi karena alasan tertentu, tidak berdamai dengan orang itu—misalnya, perempuan yang diperkosa.)
Kita yang dahulu jauh, menjadi dekat; kita yang dahulu musuh-Nya, menjadi anak-Nya. “Yesus Kristus menghapuskan murka Allah atas kita dan menjamin bahwa perlakukan-Nya atas kita sejak saat itu akan baik dan menyenangkan,” kata J.I. Packer.
Murka Allah antara lain dilambangkan dengan langit yang tertutup (1 Raja-raja 8:35; 2 Tawarikh 6:26; Lukas 4:25). Pendamaian Kristus membukakan “jalan yang baru dan yang hidup” (Ibrani 10:20), satu kali untuk selama-lamanya. Langit berkat Tuhan tidak lagi seperti layar ketoprak yang terbuka dan tertutup menurut ketaatan dan ketidaktaatan kita. Kalau Anda tidak taat, Allah murka, dan langit ditutup dulu. Kalau Anda sudah bertobat dan taat lagi, baru langit kembali dibuka. Tidak! Kalau seperti itu, Tuhan Yesus Kristus harus berulang-ulang mati di kayu salib—karena hanya kematian-Nya yang dapat memadamkan murka Allah. Dan, kalau seperti itu, Allah tidak ada bedanya dengan para dewa!
Jadi, bagi siapa saja yang ada di dalam Kristus Yesus, langit telah terbuka untuk selama-lamanya. Sekarang kita orang-orang percaya hidup dalam kasih dan kemurahan Allah—bukan karena kebaikan, ketaatan atau kekudusan kita, tetapi karena anugerah-Nya semata—sampai selama-lamanya.
I Yohanes
4:10 Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.
Roma 12
12:1 Karena itu, Saudara-saudara, oleh kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: Itulah ibadahmu yang sejati.
Kita tidak memiliki kasih, tetapi kita dapat mengasihi karena Allah sudah terlebih dahulu mengasihi kita. Kita tidak dapat mempersembahkan korban yang layak, tetapi kita dapat mempersembahkan tubuh kita—seluruh hidup kita—karena Allah, dalam kemurahan-Nya, sudah terlebih dahulu mempersembahkan Anak-Nya sebagai korban.
Dalam Perjanjian Baru, kita bukan berdoa, berpuasa, membaca Alkitab, memuji dan menyembah, memberi persembahan, dsb. untuk “membuka tingkap langit.” Kita dapat melakukan semuanya itu justru karena langit sudah terbuka oleh pendamaian Kristus.
Ketika kita melakukan berbagai disiplin rohani, sejatinya itu bukanlah ‘korban’ yang kita persembahkan kepada Tuhan. Yang lebih tepat, itu adalah suatu kehormatan, suatu hak istimewa, yang kita terima karena Kristus sudah memperdamaikan kita dengan Allah, menjadikan kita anak-anak Allah yang dikasihi. Kita melakukannya bukan karena kita harus melakukannya, bukan karena kita takut akan apa yang mungkin dilakukan atau tidak dilakukan Allah terhadap kita. Tidak. Kita melakukannya karena kita menikmatinya, karena kita menginginkannya, karena kita menyukainya—karena kita mengasihi Dia!
Ilustrasi: Seorang ayah memberikan kejutan kepada anaknya—membelikan sepeda baru! Bukan karena hari Natal, bukan karena anak itu ulang tahun, bukan karena anak itu naik kelas atau lulus ujian—singkatnya, bukan karena kebaikan anak itu, namun semata-mata karena ayah itu sangat mengasihi anaknya. Bagaimana anak itu akan menanggapi kejutan tersebut? Tercenung dan memikir-mikirkan bagaimana membalas kebaikan sang ayah, jangan-jangan hadiah itu akan dibatalkan kalau ia tidak taat? Tentu tidak! Sebaliknya, ia bersorak, berterima kasih—dan ingin sesegera mungkin menikmati sepeda itu. Dan sang ayah? “Nikmatilah sepuasmu, nak. Hanya, hati-hati ya!”
Galatia
5:1 Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu, berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.
5:13 Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.
Tuhan memerdekakan kita dari belenggu dosa dan menghentikan murka-Nya atas kita, melimpahi kita dengan kasih dan kemurahan-Nya, agar kita hidup oleh kasih, melayani oleh kasih.
Jadi, kalau dikatakan Tuhan bersukacita atas apa yang kita lakukan—itu bukan sukacita dewa yang senang dan puas atas korban yang dipersembahkan penyembahnya. Bukan. Tetapi—itu sukacita Bapa yang berbesar hati melihat anak-anak-Nya bertumbuh dalam kasih.
Kalau dikatakan Tuhan berdukacita atas apa yang kita lakukan—itu bukan kemarahan dewa yang tidak puas dan cemburu atas sikap penyembahnya. Bukan. Tetapi—itu kepedihan hati Bapa yang merindukan anak-anak-Nya bertumbuh dalam kasih.
Ya, bagaimana jika setelah percaya kepada Kristus suatu saat kita gagal atau tidak taat?
Selama mengikuti Tuhan Yesus, saya pernah tidak taat. Saya pernah gagal. Saya sempat bertanya-tanya: “Aku mengaku sebagai pengikut Kristus, tetapi kenapa kehidupanku seperti ini? Mungkinkah Tuhan mengampuni aku satu kali lagi—dan lagi? Jangan-jangan aku sudah kehilangan keselamatanku!” Syukurlah, saya menemukan jawaban dalam kebenaran-Nya, kebenaran yang memerdekakan.
Yohanes
14:16 Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.
Ibrani
12:5 Sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak? "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;
12:6 karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia mencambuk orang yang diakui-Nya sebagai anak."
12:7 Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?
12:8 Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu adalah anak-anak haram, dan bukan anak-anak yang sah.
12:9 Selanjutnya: Dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?
12:10 Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang singkat sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.
12:11 Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ganjaran itu menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.
Mengetahui kebenaran itu sungguh-sungguh memerdekakan; bukan memerdekakan kita untuk berbuat dosa, melainkan memerdekakan kita untuk hidup kudus, memerdekakan kita untuk mengasihi Tuhan dan sesama dengan segenap hati.
Sekalipun suatu saat kita gagal atau tidak taat—dan kita masih mungkin gagal atau tidak taat—Tuhan tidak akan pernah menutup lagi langit-Nya. Dia tidak akan pernah menyalakan lagi murka-Nya. Roh-Nya tidak akan pernah meninggalkan kita. Dia tidak akan pernah membiarkan kita seorang diri. Dia akan menyertai kita. Bukan hanya ketika kita taat, tetapi selama-lamanya. Dan dalam penyertaan-Nya itulah, Dia akan mendisiplinkan kita dengan kasih—sebagai Bapa yang mendisiplinkan anak-Nya dengan lemah lembut. Dia menghajar dan mencambuk kita, tetapi, seperti dikatakan C.S. Lewis, “Kekerasan Allah itu jauh lebih lembut daripada kelunakan manusia, dan apa yang dipaksakan-Nya adalah demi pembebasan kita." Tujuan pendisiplinan-Nya bukan untuk menghancurkan kita, melainkan supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.
Tidak ada lagi murka Tuhan bagi mereka yang mengasihi Dia. Perlakuan Bapa terhadap anak-anak-Nya senantiasa baik dan penuh kemurahan. Ketika kita taat, kita bertumbuh dalam kasih, kita menjadi semakin serupa dengan gambar Anak-Nya. Ketika kita tidak taat, Dia mendisiplinkan kita supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. ***
Comments
Post a Comment