Posts

Showing posts from August, 2011

Kontrol Itu Sebuah Ilusi

Image
Control is an illusion. Kontrol itu sebuah ilusi. Saya tersentak ketika membaca kalimat itu dalam buku Skye Jethani, With: Reimagining the Way You Relate to God . Beberapa minggu belakangan, khotbah yang saya dengar menekankan pentingnya “mengontrol lingkungan rohani” untuk mendukung pertumbuhan rohani. Seperti pada rumah kaca, dengan lingkungan yang terkontrol, orang dapat menumbuhkan kebun tropis di daerah bermusim empat. Begitu juga dengan kehidupan rohani kita. Jika kita mengontrol kehidupan rohani dengan prinsip-prinsip alkitabiah, tak ayal kita akan bertumbuh secara sehat. Seperti pohon di Mazmur 1, kita akan berbuah pada musimnya, dan apa saja yang kita lakukan pasti akan berhasil. Semula saya manggut-manggut, rasanya tak ada masalah dengan jalan pemikiran itu. Namun, kalimat itu memunculkan pertanyaan: Benarkah kita memegang control sebesar itu atas hidup kita? Jethani mencucukkan jarum pada balon pengharapan yang menggelembung itu. Jethani memaparkan bahwa ber

490 Kali

Image
Mengapa Yesus memerintahkan Petrus—dan kita—untuk mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali? Apakah kita harus mengampuni seseorang meskipun ia melakukan 490 jenis dosa? Mungkin saja. Hanya saja, sejauh pengalaman saya, sangat jarang kita menjumpai orang yang dosanya begitu beraneka ragam. Yang lebih sering tersua adalah seseorang yang melakukan dosa yang itu-itu juga. Berulang-ulang. Anton cukup kuat untuk menghadapi godaan berkorupsi, tetapi ia bertekuk lutut di hadapan pornografi. Ia tak bakal berminat menggelapkan uang, tetapi ia keranjingan bergelap-gelap menikmati bacaan, gambar, dan film tak senonoh. Tentunya sudah ratusan kali—atau malah ribuan kali—sejak ia menemukan stensilan Annie Arrow di antara tumpukan buku kakaknya. Atau, seseorang berhadapan dengan satu dosa yang terus menghantui. Linayati nyaris digagahi pamannya sendiri. Untunglah ia terbangun dan menepiskan tangan si paman yang kurang ajar. Hanya, kebencian menukik jauh lebih dalam dari yang diduganya. Tak per

Di Depan Keindahan

Dalam sebuah lomba paduan suara tujuh belas Agustusan, pembaca acara mengingatkan para penonton agar bertepuk tangan hanya sebelum dan sesudah penampilan masing-masing peserta. Tampillah salah satu peserta. Para penyanyi pria mengenakan baju daerah berwarna gelap seragam, sedangkan para penyanyi wanita mengenakan baju daerah seragam namun dalam tiga warna yang tampak elok saat mereka berjajar di panggung. Penonton bertepuk tangan. Kelompok paduan suara mengawali penampilannya dengan gumaman mengalun pelan, disusul dengan sebuah lagu lembut, pelan mendaki sampai klimaks, dan langsung disambung dengan lagu cepat berirama rancak. Naik, turun, syahdu, meliuk, dalam harmoni suara yang membuai. Saat rangkaian nada mereda, mendadak dari kedua sisi panggung muncul sepasang penabuh genderang, melangkah pelan dan bertemu di tengah, sembari memainkan ketukan-ketukan ritmis, dan salah satu penyanyi wanita melenggok mengentak mengikuti ketukan. Kejutan rupanya belum berakhir di situ. Seorang peny

Kebenaran Itu Seperti Matahari

Image
Kebenaran itu seperti matahari. Ia senantiasa ada, bercahaya dan panas berpijar. Mungkin saja kadang-kadang mendung menyaputnya, atau tudung hutan menutupinya. Bisa jadi terkurung di gedung bertingkat mengalangi kita melihatnya, dan sergapan AC membuat kita tak menyadari sengatan panasnya. Malam pun secara rutin menyembunyikannya. Namun, alangkah bodohnya jika kita lalu menyatakan bahwa matahari itu tidak hadir dan tidak ada. Begitu juga dengan kebenaran tentang siapa diri kita di dalam Tuhan: bahwa kita dicintai oleh-Nya, bahwa Dia telah mati untuk menebus kita. Kadang-kadang kebenaran itu hadir senyata matahari terik di tepi pantai. Di waktu lain, kabut pencobaan mengaburkan cahayanya, AC kenyamanan menepiskan kehangatannya. Dan, malam-malam gelap yang mencekam jiwa menggerogoti kepercayaan dan pengharapan kita akan kehadirannya. Namun, alangkah bodohnya jika kita kemudian berhenti percaya. Jika kita berhenti berharap. ***

Kemerdekaan dari Dalam

Image
Kalau kita membuka-buka lembaran sejarah, umat manusia seperti tak henti-hentinya bergulir dari belenggu yang satu ke belenggu yang lain. Revolusi Perancis menentang kaum borjuis justru melahirkan pemerintahan teror yang berujung pada kekuasaan otoriter Napoleon Bonaparte. Revolusi Bolshewik untuk melepaskan diri dari kekuasaan tsar malah membawa rakyat Rusia ke dalam cengkeraman komunisme di bawah Stalin. Bagian lain sejarah juga memperlihatkan pertarungan tak kunjung berakhir antara pihak yang hendak menindas manusia dan pihak yang memperjuangkan kemerdekaan. Charles C. Coffin dalam The Story of Liberty mencatat, sewaktu penindas berupaya menjalankan rencananya, dan mendapatkan apa yang dimauinya, ada kekuatan lain yang diam-diam bekerja, dan pada waktunya menghancurkan rencana tersebut -- sebuah tangan Ilahi yang melancarkan rencana penangkis. Dari sinilah terpancar pengharapan akan kemerdekaan yang sesungguhnya. Tantangan serupa kita hadapi pula. Dari rezim Orde Lama kita berg

4 Mitos Cinta yang Membuai

Image
Tuhan menyediakan orang-orang yang berpotensi untuk menjadi pasangan yang tepat, dan Anda sendirilah yang bertanggung jawab untuk memilih atau menemukannya. Pemilihan ini semestinya dilakukan secara cerdas dan bijaksana, dengan pertimbangan akal sehat dan obyektivitas yang jernih. Untuk itu, kita akan memerlukan pertolongan Tuhan. Seperti dinasihatkan Yakobus, kita perlu meminta hikmat kepada-Nya. Kita dapat menemukan petunjuk dan hikmat Tuhan tersebut di dalam firman-Nya. Alkitab memang tidak memberikan tuntunan yang jelas dan detail tentang berpacaran. Bisa dimaklumi, karena pacaran memang tidak dikenal dalam budaya dan zaman ketika Alkitab ditulis. Meskipun demikian, firman Tuhan mengandung prinsip-prinsip membangun hubungan yang tetap relevan untuk diterapkan dalam menjalani masa berpacaran. Masalahnya, alih-alih belajar menemukan dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, tidak sedikit orang yang malah terhanyut oleh berbagai mitos cinta. Mitos-mitos ini menawarkan khayalan yang