Menikmati Tuhan di Alam Terbuka



Ketika anak-anak saya masih balita, hampir setiap pagi mereka mengajak berjalan-jalan. Selain mengoceh cerewet mengomentari macam-macam, mereka juga suka menyapa bunga-bunga, kupu-kupu yang melintas, atau berbicara dengan burung di sangkar milik tetangga. Dasar anak-anak, pikir saya. Memangnya ini negeri dongeng tempat binatang dan pohon-pohon bisa berbicara? Toh kadang-kadang saya ikut nimbrung juga.

Ketika membaca buku Richard J. Foster, Celebration of Discipline, saya tercenung. “Berbicara” kepada bunga dan burung ternyata termasuk kebiasaan yang perlu dikembangkan oleh orang Kristen. Praktik ini merupakan salah satu bentuk studi: pembelajaran dari “buku-buku” nonverbal.

Menurut Foster, aneka makhluk dan alam ciptaan Tuhan ini dapat berbicara dan mengajarkan sesuatu kepada kita kalau kita bersedia membuka telinga. St. Francis dari Asisi, misalnya, konon pernah menjinakkan serigala dan suka berkhotbah kepada burung-burung! Dan bukankah sejumlah ayat dalam Alkitab juga mendorong kita untuk menarik pelajaran dari perilaku makhluk-makhluk tertentu?

Dalam Sacred Pathways, Gary Thomas memaparkan sembilan temperamen rohani—ia menyebutnya “jalan suci”—yang menggambarkan cara kita berhubungan dengan Tuhan. Salah satunya adalah kaum naturalis, yaitu mereka yang cenderung mengekspresikan kasih kepada Tuhan di alam terbuka.

Gary Thomas menulis, “Kaum naturalis  lebih senang meninggalkan gedung apa pun, betapapun indah atau bersahajanya, dan memilih berdoa kepada Tuhan di tepi sungai. Tinggalkan buku-buku, lupakan hiruk-pikuk unjuk rasa—biarkan saja mereka berjalan melintasi hutan, pegunungan, atau padang rumput terbuka.

“Orang-orang kristiani ini percaya bahwa alam secara jelas mengumandangkan “Tuhan itu ada!” Mereka mungkin belajar lebih banyak melalui mengamati koloni semut atau memandang danau yang tenang daripada melalui membaca buku atau mendengarkan khotbah, meskipun mereka mungkin mendapatkan kepuasan melalui membaca perumpamaan Yesus yang berlatar alam atau perikop-perikop terpilih dari mazmur.”

Bagaimana kita menikmati hadirat Tuhan di alam terbuka? Gary Thomas mengutip langkah-langkah “pembelajaran” yang disarankan oleh Santo Bonaventura, biarawan Fransiskan mula-mula.

“Pertama, renungkanlah keagungan alam ciptaan—pengunungan, langit, dan samudera—yang secara jelas menggambarkan kekuasaan, hikmat, dan kebaikan tak tepermanai dari Allah Trinitas.

“Selanjutnya, lihatlah keragaman alam ciptaan—sebuah hutan menyimpan kehidupan tumbuhan dan binatang yang tidak cukup untuk Anda selidiki seumur hidup dan menunjukkan kepada kita betapa Tuhan itu mampu melakukan sekian banyak hal sekaligus. Mereka yang bertanya-tanya bagaimana Tuhan dapat mendengarkan sekian banyak doa yang diucapkan secara serentak tampaknya sudah terlalu lama meninggalkan hutan.

“Akhirnya, periksalah keindahan alam semesta—lihatlah keindahan bebatuan dan bentuknya, keindahan warna dan nuansanya, keindahan elemen tertentu (misalnya pohon), dan keindahan seluruh komposisi (misalnya hutan). Keindahan Tuhan tidak dapat diungkapkan melalui satu bentuk belaka, namun begitu luas dan tak terbatas sehingga dapat memenuhi seluruh dunia dengan keajaiban.”

Gary Thomas menambahkan, “Alam luar juga berbicara tentang kelimpahan Tuhan. Kita sudah banyak berbicara tentang hutan, tetapi berdirilah dengan bertelanjang kaki di padang pasir atau pantai dan cobalah untuk menebak berapa banyak butir pasir yang ada di bawah kaki Anda atau yang ada dalam pandangan Anda atau yang ada di seluruh padang pasir dan pantai di seluruh dunia. Kita melayani Tuhan yang berkelimpahan, yang rahmat dan kasih-Nya tiada berkesudahan.”

Wawasan itu mencelikkan mata saya. Ternyata, perilaku anak-anak saya tadi bukan sekadar kebiasaan anak kecil, melainkan suatu kemewahan yang patut saya rebut kembali. Yah, di tengah kesibukan kerja, tidak jarang saya jumpalitan dalam meluangkan waktu untuk mengamati dan merenungkan alam dan kehidupan – untuk kemudian bersyukur kepada Sang Pemberi Hidup. Jadi, kalau besok Anda melihat saya ngobrol dengan pohon tanjung, jangan salah sangka! ***

Comments

Popular posts from this blog

7 Humor Natal yang Bikin Terpingkal-pingkal

Edisi Koleksi Terbatas 50 Tahun Majalah Bobo Cerpen & Dongeng: Benarkah “Terbaik Sepanjang Masa”?

Setengah Hari di Rumah Atsiri