Ikutlah Aku

Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19)

Ardian diterima kuliah di IPB. Ia belum pernah ke Bogor, tidak punya kenalan di kota itu, dan kini harus pergi sendiri untuk mendaftar ulang. Hanya berbekal peta dan buku panduan, agak bingung juga ia menemukan lokasi kampus. Syukurlah, ia bertemu mahasiswa senior yang berbaik hati mengantarnya. “Ikutlah aku. Pasti beres urusan pendaftaranmu,” kata mahasiswa itu. Ardian tersenyum penuh rasa terima kasih.

Di antara para pemuka agama yang pernah tampil di dunia, Yesus menyampaikan panggilan yang unik dan revolusioner, “Ikutlah Aku.” Dia tidak mengarahkan pengikut-Nya untuk hanya menyimak dan mematuhi ajaran-Nya, tetapi Dia menunjuk pada diri-Nya sendiri sebagai Sosok yang patut diikuti. Mereka diundang untuk meneladani sebuah Kehidupan. Yesus juga bukan sekadar menyediakan peta petunjuk untuk menjalani kehidupan, Dia sendiri yang akan menjadi Pemandu mereka dalam melewati lembah dan gunung kehidupan.

Meskipun Yesus sudah naik ke surga, undangan itu tetap berlaku bagi pengikut-Nya saat ini. Ketika kita percaya, kita menerima kehidupan-Nya yang menjadikan kita anak Allah (Yohanes 1:12-13) dan menerima Penolong yang menyertai kita selama-lamanya (Yohanes 14:16-17). Dengan mengikuti pimpinan-Nya, dalam persekutuan pribadi dengan-Nya, kita menerima impartasi karakter-Nya, hari demi hari diubah menjadi makin serupa dengan Anak Allah (lihat Roma 8:29).

Apakah Anda pengikut Kristus? Sederhana saja tandanya: Tentulah karakter Kristus makin nyata dalam diri Anda, buah Roh (Galatia 5:22-23) makin melimpah dalam hidup Anda.

Bacaan: Matius 4:18-22
PERENUNGAN: Bagaimana Petrus dan Andreas, Yohanes dan Yakobus, menanggapi undangan Yesus?
PENERAPAN: Berdoalah meminta pimpinan Tuhan, dalam hal apa Anda perlu “mengikuti Yesus” pada hari ini sehingga karakter Anda diubahkan.

Comments

Popular posts from this blog

7 Humor Natal yang Bikin Terpingkal-pingkal

Edisi Koleksi Terbatas 50 Tahun Majalah Bobo Cerpen & Dongeng: Benarkah “Terbaik Sepanjang Masa”?

Setengah Hari di Rumah Atsiri