Kegembiraan Bermain dan Kelenturan Berimajinasi



GAZEBO (Senoaji Julius, Indonesia, 2013)

Apakah perpustakaan itu? Ruang sunyi-tenang berisi buku-buku berderet rapi, silakan dibaca dan ditelisik, namun mohon jangan berisik? Gazebo menawarkan ini: perpustakaan adalah ruang bermain dan ruang berimajinasi yang asyik dan menggelitik.

Gazebo mengingatkan saya pada Idiot Box, salah satu episode cemerlang dalam animasi berseri Spongebob Squarepants. Dalam Idiot Box, pertentangan berlangsung antara orang yang kaya imajinasi dan yang miskin imajinasi. Dalam Gazebo, tidak terjadi pertentangan, namun terpapar dua macam imajinasi: imajinasi berdasarkan apa yang kita pahami dan imajinasi berdasarkan apa yang belum kita ketahui. Kesamaannya: kedua film ini terasa segar dan mengundang kita tertawa lepas.

Menontonya, saya juga teringat kembali pada kebiasaan bermain dengan anak-anak waktu mereka masih kecil: menggunakan barang apa saja untuk dimainkan sebagai apa saja. Guling, misalnya, bisa menjadi dinosaurus, kereta api, kuda, ular naga, pentungan. Nah, tokoh-tokoh dalam film pendek ini pun memanfaatkan buku dan benda-benda di sekitar mereka secara kreatif. Dengan piawai Gazebo menggarisbawahi dua persoalan penting dalam hidup anak-anak: kegembiraan bermain dan kelenturan berimajinasi.

Dua topik itu--permainan dan imajinasi--sudah tersirat sejak kredit pembuka yang ditampilkan dalam bentuk wayang kertas, dan kemudian diperkuat oleh teknik penataan adegan dan pengaturan ruangan. Gazebo dapat disebut sebagai film satu adegan satu ruangan, dan dari situ melemparkan kita ke dalam imajinasi tanpa batas. Satu ruang perpustakaan yang terdiri atas beberapa bagian didayagunakan untuk meliuk-belokkan kisah secara tak terduga, persis seperti lenturnya imajinasi. Coba bayangkan: dari Selat Malaka kita dibawa ke Samudera Pasifik (dengan bumbu soundtrack yang nyerempet-nyerempet The Pirates of the Caribbean), mendarat di Benua Amerika bertemu para Indian, lalu kembali ke Sumatera, sebelum tiba-tiba kita diseret ke dalam suasana horor!

Bisalah dikatakan, film kelima Sanggar Cantrik ini film yang paling nyempal, paling lain dari film-film sebelumnya. Gazebo berhasil bercerita tanpa menggurui. Ada sosok guru hadir, namun ia hanya menjadi bingkai pembuka dan penutup, tidak dipaksa menjadi corong penyampai pesan moral. Dalam konteks ini, Gazebo menutup diri secara jitu: tidak menjejali penonton dengan penjelasan, melainkan menyajikan pertanyaan, yang memungkinkan imajinasi itu terus menjalar. ***

Catatan: Pada 7 Desember 2013, Gazebo meraih penghargaan khusus dewan juri dalam FFI 2013 di Semarang.

08.12.2013

Comments

Popular posts from this blog

7 Humor Natal yang Bikin Terpingkal-pingkal

Edisi Koleksi Terbatas 50 Tahun Majalah Bobo Cerpen & Dongeng: Benarkah “Terbaik Sepanjang Masa”?

Setengah Hari di Rumah Atsiri