Pahlawan... Atau Tumbal Demokrasi?

Menurut data terakhir, 230 petugas KPPS dan 55 Panwaslu meninggal dunia, dan 1.671 orang sakit karena bertugas dalam Pemilu serentak yang lalu.
Menurut saya, tidak cocok mereka disebut sebagai pahlawan demokrasi.
Kalaupun disebut sebagai pahlawan, mudah-mudahan itu bukan pemanis bibir belaka. Mereka benar-benar mendapatkan penghargaan dari negara dan keluarganya menerima santunan yang selayaknya sebagaimana para keluarga pahlawan bangsa. Yang sakit juga biaya pemulihannya ditanggung oleh negara. Apakah hal itu sudah diperhitungkan dalam anggaran Pemilu?
Kalau mereka adalah pahlawan, pada Pemilu serentak yang akan datang, tidak apa-apa, dan kita malah patut bersyukur, jika semakin banyak petugas yang berguguran di medan laga pemungutan suara. Semakin banyak pahlawan, semakin besar rasa syukur kita.
Keluarga para petugas juga bolehlah mengantarkan kepergian mereka dengan jiwa besar dan bernyanyi, "Kulepas dikau, Pahlawan, kurelakan dikau berjuang..." dan siap-siap menyambut mereka pulang tinggal jasad tanpa nyawa.
Bukankah absurd skenario demikian?
Karena itu, menurut saya, mereka bukanlah pahlawan demokrasi. Mereka bukan gugur dalam perjuangan, melainkan mengalami kecelakaan kerja dalam sistem pemungutan suara yang buruk karena tidak memperhitungkan kesehatan dan keselamatan para petugas.
Tampaknya mereka lebih cocok disebut sebagai tumbal demokrasi. Semacam kepala kambing yang konon ditanam di bawah tiang pancang jembatan untuk melancarkan pembangunannya.
Kiranya rezim 2019-2024 menyadari betul harga yang kudu dibayar untuk menyuburkan kekuasaan mereka.

Comments

Popular posts from this blog

7 Humor Natal yang Bikin Terpingkal-pingkal

Edisi Koleksi Terbatas 50 Tahun Majalah Bobo Cerpen & Dongeng: Benarkah “Terbaik Sepanjang Masa”?

Setengah Hari di Rumah Atsiri